TUJUAN
§ Mengenal metode penentuan sudut putar untuk penentuan konsentrasi
suatu senyawa yang bersifat optik aktif
§ Mengukur sudut putar bidang polarisasi larutan sukrosa
§ Menentukan kadar sampel dalam
larutan cuplikan
§ Mempelajari prinsip kerja polarimeter
§ Mengukur sudut putar jenis larutan gula sebagai fungsi konsentrasi.
TEORI DASAR
Cahaya merupakan gelombang elektromagnit yang terdiri
dari getaran medan listrik dan getaran medan magnit yang saling tegak lurus.
Bidang getar kedua medan ini tegak lurus terhadap arah rambatnya. Sinar biasa
secara umum dapat dikatakan gelombang elektromagnit yang vektor-vektor medan
listrik dan medan magnitnya bergetar kesemua arah pada bidang tegak lurus arah
rambatnya dan disebut sinar tak terpolarisasi. Apabila sinar ini melalui suatu
polarisator maka sinar yang diteruskan mempunyai getaran listrik yang terletak
pada satu bidang saja dan dikatakan sinar terpolarisasi bidang (linear).
Bila arah transmisi polarisator sejajar dengan arah
transmisi analisator,maka sinar yang mempunyai arah getar yang sama dengan arah
polarisator akan diteruskan seluruhnya.Tetapi apabila arah transmisi
polarisator tegak lurus terhadap arah analisator,maka tak ada sinar yang
diteruskan.Apabila arahnya membentuk suatu sudut ,maka yang diteruskan hanya
sebagian.Sinar terpolarisasi linear yang melalui suatu larutan optis aktif akan
mengalami pemutaran bidang polarisasi.
Cahaya dari lampu sumber, terpolarisasi setelah melewati
prisma Nicol pertama yang disebut polarisator. Cahaya terpolarisasi kemudian
melewati senyawa optis aktif yang akan memutar bidang cahaya terpolarisasi
dengan arah tertentu. Prisma Nicol ke dua yang disebut analisator akan membuat
cahaya dapat melalui celah secara maksimum.
Bila cahaya polikromatik dilewatkan pada prisma Nicol
akan diperoleh suatu cahaya monokromatik dan cahaya ini disebut cahaya
terpolarisasi. Suatu isomer optis aktif dapat berinteraksi dengan cahaya
terpolarisasi dan memutar bidang cahaya terpolarisasi dengan suatu sudut yang
dilambangkan dengan dan disebut rotasi optik. Alat yang digunakan untuk
mengukur besaran adalah polarimeter.
Polarimeter adalah
instrument ilmiah yang digunakan untuk mengukur sudut rotasi yang disebabkan
oleh melewati cahaya terpolarisasi melalui optic aktif substansi. Beberapa zat
kimia optic aktif, dan terpolarisasi (alias searah) cahaya akan memutar baik ke
kiri (berlawanan arah jarum jam) atau ke kanan (searah jarum jam) ketika
melawati zat ini. Jumlah dimana cahaya diputar dikenal sebagai sudut rotasi.
Isomer optis
merupakan senyawa-senyawa dengan rumus molekul sama tetapi tatanan atom-atomnya
dalam ruang berbeda. Isomer-isomer optis dapat mengalami reaksi yang sama,
mempunyai sifat fisika yang mirip, perbedaan isomer-isomer tersebut terletak
pada interaksinya dengan bidang cahaya terpolarisasi. Bila cahaya terpolarisasi
dilewatkan pada larutan isomer optis, maka isomer aktif ini akan memutar bidang
cahaya terpolarisasi dengan arah tertentu. Isomer optis mengandung atom karbon
asimetris (atom karbon yang mengikat empat atom/gugus yang berbeda) dalam
strukturnya.
Bila cahaya polikromatik dilewatkan pada prisma Nicol
akan diperoleh suatu cahaya monokromatik dan cahaya ini disebut cahaya
terpolarisasi. Suatu isomer optis aktif dapat berinteraksi dengan cahaya
terpolarisasi dan memutar bidang cahaya terpolarisasi dengan suatu sudut yang
dilambangkan dengan dan disebut rotasi optik. Alat yang digunakan untuk
mengukur besaran adalah polarimeter. Isomer optis merupakan senyawa-senyawa
dengan rumus molekul sama tetapi tatanan atom-atomnya dalam ruang berbeda.
Isomer-isomer optis dapat mengalami reaksi yang sama, mempunyai sifat fisika
yang mirip, perbedaan isomer-isomer tersebut terletak pada interaksinya dengan
bidang cahaya terpolarisasi.
Bila cahaya terpolarisasi dilewatkan pada larutan isomer
optis, maka isomer aktif ini akan memutar bidang cahaya terpolarisasi dengan
arah tertentu. Isomer optis mengandung atom karbon asimetris (atom karbon yang
mengikat empat atom/gugus yang berbeda) dalam strukturnya.
Polarimeter merupakan instrument scientific
yang digunakan untuk mengukur penyebab sudut rotasi, menggunakan cahaya
polarisasi secara terus menerus pada subtansi optik aktif. Pada polarimeter
terdapat polarisator dan analisator, dimana polarimeter adalah Polaroid yang
dapat mempolarisasikan cahaya, sedangkan analiastor adalah Polaroid yang dapat
menganalisa atau mempolarisasikan cahaya.
Cahaya merupakan gelombang elektromagnit
yang terdiri dari getaran medan listrik dan getaran medan magnit yang saling
tegak lurus. Bidang getar kedua medan ini tegak lurus terhadap arah rambatnya.
Sinar biasa secara umum dapat dikatakan gelombang elektromagnit yang
vektor-vektor medan listrik dan medan magnitnya bergetar kesemua arah pada
bidang tegak lurus arah rambatnya dan disebut sinar tak terpolarisasi. Apabila sinar
ini melalui suatu polarisator maka sinar yang diteruskan mempunyai getaran
listrik yang terletak pada satu bidang saja dan dikatakan sinar terpolarisasi
bidang (linear).
Skema dari alat polarimeter dapat dilihat pada gambar berikut.
Cahaya
dari lampu sumber, terpolarisasi setelah melewati prisma Nicol pertama yang
disebut polarisator. Cahaya terpolarisasi kemudian melewati senyawa optis aktif
yang akan memutar bidang cahaya terpolarisasi dengan arah tertentu. Prisma
Nicol ke dua yang disebut analisator akan membuat cahaya dapat melalui celah
secara maksimum.
Rotasi
optis yang diamati/diukur dari suatu larutan bergantung kepada jumlah senyawa
dalam tabung sampel, panjang jalan/larutan yang dilalui cahaya, temperatur
pengukuran, dan panjang gelombang cahaya yang digunakan. Untuk mengukur rotasi
optik, diperlukan suatu besaran yang disebut rotasi spesifik yang diartikan
suatu rotasi optik yang terjadi bila cahaya terpolarisasi melewati larutan
dengan konsentrasi 1 gram per mililiter sepanjang 1 desimeter. Rotasi spesifik
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
-
a = rotasi optik (yang teramati)
-
c = konsentrasi larutan gram/mL larutan
-
l = panjang jalan/larutan yang dilalui cahaya
dalam desimeter
-
= panjang gelombang cahaya
(bila menggunakan lampu natrium dilambangkan dengan “D“)
-
t = temperatur (0C).
Molekul dengan satu atom karbon asimetris merupakan
molekul kiral (tidak simetris), molekul demikian dapat memutar bidang cahaya
terpolarisasi. Molekul/senyawa tersebut dinamakan senyawa/isomer optis aktif.
Molekul dengan dua atau lebih atom karbon asimetris, tidak selalu membentuk
molekul kiral. Dengan demikian mungkin saja terdapat molekul yang mempunyai
atom-atom karbon asimetris tetapi tidak optis aktif. Isomer optis dengan dua
atom karbon asimetris adalah 2-bromo-3- kloro butana. Isomer-isomernya adalah:
Cahaya dari lampu sumber, terpolarisasi setelah melewati
prisma Nicol pertama yang disebut polarisator. Cahaya terpolarisasi kemudian
melewati senyawa optis aktif yang akan memutar bidang cahaya terpolarisasi
dengan arah tertentu. Prisma Nicol ke dua yang disebut analisator akan membuat
cahaya dapat melalui celah secara maksimum.
Rotasi optik yang termati dapat berupa rotasi yang
searah jarum jam, rotasi ini disebut putar kanan dan diberi tanda (+),
sedangkan senyawa yang diukurnya disebut senyawa dekstro (d). Rotasi yang
berlawanan dengan arah jarum jam disebut putar kiri dan diberi tanda (-),
senyawanya disebut senyawa levo (l).
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penggunaan polarimeter,
yaitu:
§ Larutan sampel harus jernih atau tidak mengandung partikel yang
tersuspensi di dalamnya. Partikel tersebut akan menghamburkan cahaya yang
melewati larutan.
§ Tidak terdapat gelembung udara pada tabung sampel saat diisi
larutan.
§ Selalu dimulai dengan menentukan keadaan nol untuk mengkoreksi
pembacaan.
§ Pembacaan rotasi optik dilakukan beberapa kali, sampai didapat data
yang dapat dihitung rata-ratanya.
Polerimetri dapat digunakan untuk mengukur rotasi optik,
konsentrasi sampel, dan juga untuk menghitung komposisi isomer optik dalam
campuran rasemik. Menurut Anonim (2010), besarnya perputaran bidang polarisasi
tergantung pada :
§ Struktur molekul
§ Panjang gelombang
§ Temperatur
§ Konsentrasi
§ Panjang pipa polarimeter
§ Banyaknya molekul pada jalan cahaya, dan
§ Pelarut
Polarisasi karena
pemantulan
Bila sinar datang pada cermin datar dengan sudut datang
570, maka sinar pantul merupakan sinar terpolarisasi
Polarisasi karena pembiasan dan Pemantulan
Cahaya terpolarisasi dapat diperoleh dari pembiasan dan
pemantulan. Hasil percobaan para ahli fisika menunjukkan bahwa cahaya
pemantulan terpolarisasi sempurna jika sudut datang θ1 mengakibatkan sianr bias
dengan sinar pantul saling tegak lurus. Sudut datang seperti itu disebut sudut
polarisasi atau sudut Brewster.
Polarisasi karena pembiasan ganda (bias kembar)
Jika cahaya melalui kaca, maka cahaya lewat dengan
kelajuan yang sama ke segala arah. Ini disebabkan kaca hanya memiliki satu
indeks bias. Tetapi, bahan-bahan kristal tertentu seperti kalsitt dan kuarsa
memiliki dua indeks bias sehingga kelajuan cahay tidak sama untuk segala arah.
Jadi, cahaya yang melalui bahan ini akan mengalami pembiasan ganda.
Gelombang cahaya terpolarisasi terletak pada satu bidang
yaitu bidang getar cahaya. Apabila cahaya terpolarisasi dilewatkan pada larutan
salah satu enansiomer, maka bidang getarnya akan mengalami perubahan posisi,
yaitu berputar ke arah kanan atau kiri.
Tabel rotasi spesifik beberapa senyawa optis aktif
Senyawa
|
Pelarut
|
Temperature oC
|
Rotasi Spesifik
|
Champor
|
Alcohol
|
25
|
+ 43,8o
|
Sukrosa
|
Air
|
20
|
+ 66,5o
|
D-glukosa
|
Air
|
20
|
+ 52,5o
|
L-fruktosa
|
Air
|
20
|
-
93,0o
|
Laktosa
|
Air
|
15
|
+ 56,0o
|
Maltose
|
Air
|
20
|
+ 136,9o
|
Asam tartarat
|
Air
|
20
|
+ 13,4o
|
PROSEDUR KERJA
a. Alat yang digunakan
§ Polarimeter
§ Buret schelbach 50 mL
§ Gelas piala 250 mL
§ Labu ukur 50 mL
§ Standar dan klem
§ Labu semprot
§ Batang pengaduk
b. Bahan yang digunakan
§ Larutan sukrosa 25%
§ Aquades
§ Larutan sampel
c. Gambar Alat
|
d. Cara Kerja
Pembuatan Larutan Standar
§ Diambil larutan induk sukrosa 25%, kemudian dimasukkan ke dalam
buret schelbach 50 mL.
§ Setelah itu dibuat larutan standar dengan konsentrasi 0, 2%, 4%, 8%,
12% dan 20% dengan mengencerkan larutan sukrosa 25% di dalam labu ukur 50 mL,
setelah itu ditambahkan aquades dan dipaskan sampai tanda tera. Lalu
dihomogenkan.
§ Kemudian diukur sudut putaran optis larutan standar dengan
menggunakan Polarimeter.
Pengukuran dengan Polarimeter
§ Hubungkan alat dengan sumber arus listrik dan ON kan alat, tekan
tombol pada bahagian belakang pada posisi “DEG”
dan dibiarkan stabil.
§ Buka tutup polarimeter, tempatkan pada posisi vertical, isi penuh
dengan aquades, usahakan seminimal mungkin adanya udara yang terperangkap.
Tempatkan posisi tabung pada bagian tengah alat polarimeter (jika ada gelembung
kecil, tempetkan dia pada bagian yang tabung yang besar) lalu tutup. Lakukan
pengamatan pada jenis okuler, atur seperlunya agar pengamatan didapat cukup
tajam.
§ Jika pengamatan indicator menunjukkan Gelap-Terang, tekan tombol “R dan TEMP” secara bersamaan sampai
zero set menyala, atau jika pengamatan indicator menunjukkan Terang-Gelap,
tekan tombol “L dan TEMP” secara
bersamaan sampai zero set menyala. Pengamatan pada bahagian indicator didapat
(baur-baur) merata. Tekan tombol ZERO
SET indicator alat akan menunjukkan 0.00
.
§ Diukur larutan standar 0, 2%, 4%, 8%, 12% dan 20% yang telah dibuat
tadi. Jika pengamatan indicator menunjukkan Gelap-Terang, maka tekan tombol “R” sampai didapat baur-baur (untuk zat
yang dextro rotary) atau pengamatan indicator menunjukkan Terang-Gelap, maka
tekan tombol “L” sampai didapat
baur-baur (untuk zat yang leuvo rotary).
§ Pada saat didapatkan baur-baur dicatat nilai sudut putaran optisnya.
Pengamatan dilakukan dua kali, namun dari arah datang yang berbeda. Kedua nilai
yang didapat dirata-ratakan.
§ Setelah larutan standar diukur maka ganti dengan larutan sampel yang
telah disediakan, lakukan hal yang sama dan dapatkan nilai putaran optisnya.
§ Dibuat kurva kalibrasi standar, dan gunakan kurva ini untuk
menentukan kadar Cx (sampel) ataupun dengan menentukan persamaan regresi linear
pengukuran polarimetris.
HASIL DAN PERHITUNGAN
Pembuatan Larutan Standar
Sukrosa 0 %
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 25% = 25 mL . 0%
V1 = 0 mL
Sukrosa 2%
V1 . N1 = V2
. N2
V1 . 25% = 25 mL . 2%
V1 = 2 mL
Sukrosa 4 %
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 25% = 25 mL . 4%
V1 = 4 mL
Sukrosa 8%
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 25% = 25 mL . 8%
V1 = 8 mL
Sukrosa 12%
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 25% = 25 mL . 12%
V1 = 12 mL
Sukrosa 20%
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 25% = 25 mL . 20%
V1 = 20 mL
Pengukuran Deret Standar
Rumus : a =
Ket :
Sukrosa(X)
|
Putaran Optis
|
||
I
|
II
|
Rata-rata (y)
|
|
0%
|
0
|
0
|
0
|
2%
|
0,35
|
2,25
|
1,3
|
4%
|
0,80
|
2,60
|
1,7
|
8%
|
1,40
|
2,80
|
2,1
|
12%
|
3,10
|
2,85
|
2,97
|
20%
|
4,30
|
4,20
|
4,25
|
Sampel (cx)
|
0,45
|
2,30
|
1.375
|
Konsentrasi dan sudut putaran :
Konsentrasi (%)
|
Sudut Perputaran
|
0 %
|
0
|
2 %
|
1,3
|
4 %
|
1,7
|
8 %
|
2,1
|
12 %
|
2,97
|
20 %
|
4,25
|
Pengolahan Data Kurva Kalibrasi Standar
No.
|
x (%)
|
y
|
x.y
|
x2
|
y2
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
2
|
1,3
|
2,6
|
4
|
1,69
|
3
|
4
|
1,7
|
6,8
|
16
|
2,89
|
4
|
8
|
2,1
|
16,8
|
64
|
4,41
|
5
|
12
|
2,97
|
35,64
|
144
|
8,82
|
6
|
20
|
4,25
|
85
|
400
|
18,06
|
Jumlah
|
46
|
12,32
|
146,84
|
628
|
35,87
|
rata-rata
|
9,2
|
2,464
|
Perhitungan Pencarian :
R =
=
=
= 0,9971
b =
=
=
=
= 0.1733
a = y – bx
=
2,464 – 0,1733 (9,2)
=
0,8696
Persamaan regresinnya : y = a + bx
y = 0,8696 + 0,1733(x)
Pengukuran Larutan Sampel
Untuk Cx : a1 = 0,45 dan a2 = 2,30
·
Konsentrasi
(Cx) Larutan Tugas
Putaran Optis larutan tugas : 1,375 (Y)
Persamaan Regresi :
y = 0,8696 +
0,1733(x)
1,375 = 0,8696 + 0,1733(x)
0,1733(x) = 1,375 – 0,8696
Cx =
Cx = 2,9 % →
(Cx)
·
Volume Cx
V1 .
%1 = V2 .%2
V1.25%
= 25 ml . 2,9 %
·
V Sukrosa Cx
=
=
2,9
mL (Cx)
DISKUSI
Pada percobaan mengukur sudut putaran optis dari larutan
sukrosa maka dapat diketahui nilai sudut putaran optis dari senyawa optis aktif
ini adalah 2,9 % besaran ini didapatkan dari pengukuran gelap-terang ke baur-baur (a1)
dan dari terang-gelap ke baur-baur dari
cx yang didapatkan.(a2).
Dari percobaan yang dilakukan dan melihat kurva
kalibrasi standar maka dapat diketahui bahwa konsentrasi dan jenis larutan akan
mempengaruhi sudut putar. Semakin tinggi konsentrasi maka sudut putar dari
senyawa optis aktif atau larutan sukrosa akan semakin tinggi pula.
Hal penting yang harus diperhatikan pada percobaan ini
yaitu pada pengisian tabung (kuvet) tidak boleh menghasilkan gelembung udara, sebab
gelembung udara tersebut membentuk cekungan pada larutan sehingga dapat mempengaruhi intensitas
cahaya yang terpolarisasi, akibatnya berpengaruh pada besarnya sudut putar
suatu sampel. Besarnya sudut putar suatu sampel bergantung pada jenis senyawa,
suhu panjang gelombang cahaya terpolarisasi dan konsentrasi. Akan tetapi pada
percobaan ini hanya ingin diketahui pengaruh konsentrasi terhadap besarnya
sudut putar dari larutan sukrosa dan fruktosa.
KESIMPULAN
§ Setelah dilakukan praktikum pengukuran senyawa optis aktif yakni larutan sukrosa
dengan metode polarimetri, didapatkan
cx 2,9 %
§
Makin tinggi konsentrasi
larutan, maka semakin besar pula sudut putarnya.
§
Besarnya sudut putar suatu
larutan dapat diketahui dengan polarimeter
SARAN
§
Sebaiknya saat pengisian
larutan sampel ke dalam kuvet tidak ada gelembung agar data yang diperoleh
lebih akurat.
§ Lakukan pengamatan ketika senyawa tersebut tepat dalam keadaaan
baur- baur .
§ Bersihkan kuvet sebelum melakukan pengukuran daya putar optisnya.
DAFTAR PUSTAKA
Khopkar,
S.M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik.
Jakarta: UI-PRESS
Tim
Dosen Kimia Analisis Instrumen. 2008. Penuntun
Praktikum Kimia Analisis Instrumen.
Makassar: Laboratorium Kimia FMIPA UNM.
Zemansky,
Sears. 1994. Fisika untuk Universitas 3
Optika. Jakarta: Bina cipta.
https://himka1polban.wordpress.com/laporan/spektrofotometri/laporan-polarimetri/
https://plus.google.com/114492956029982328315/posts/YKzF9EjtwoC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar