ADSORBSI MINYAK GORENG BEKAS MENGGUNAKAN ARANG AKTIF
DARI SABUT KELAPA
Mentari Alfato Muhede
Kimia Analisis, Politeknik ATI Padang,
Jalan Bungo Pasang Tabing -
Padang 25171 No. Telpon : (0751) 7055053
Fax : (0751) 41152
Fax : (0751) 41152
E-mail: mentari_alfato@yahoo.com
Abstrak
Minyak jelantah adalah
minyak goreng yang sudah digunakan beberapa kali pemakaian. Selain warnanya
yang tidak menarik dan berbau tengik, minyak jelantah juga mempunyai potensi
besar dalam membahayakan kesehatan tubuh. Minyak jelantah dapat dimanfaatkan
kembali dengan cara mengadsorpsi kotoran-kotoran dan warna yang terdapat di
dalam minyak jelantah dengan menggunakan adsorben. Penelitian ini
mempelajari kemampuan karbon hitam dari karpet (coco fiber) untuk mengurangi
konsentrasi nilai peroksida (PV), dan untuk memurnikan warna minyak kembali.
Pengobatan dengan karbon hitam ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas
minyak digunakan kembali untuk memperpanjang waktu menggunakan minyak.
Dibersihkan limbah pertanian (coco fiber) yang digiling untuk membuat bubuk.
Serbuk dilakukan dengan proses aktivation menggunakan asam fosfat (H3PO4) 1 M
selama 24 jam. Kemudian bubuk itu tungku pada 170oC selama 1 jam, setelah suhu
yang meningkat menjadi 500oC selama 1 jam. Karbon dicuci dengan aquades sampai
netral. Setelah netralisasi, maka dikeringkan untuk mendapatkan Carbon Black.
Variabel proses adsorpsi adalah karbon hitam massa sebagai adsorben untuk; 2,
4, 6, 8, 10, 12 gram. Yang digunakan minyak 200 ml dipanaskan pada 100o C.
Kemudian dicampur bersama-sama dengan karbon hitam di pencampuran kecepatan
1000 rpm selama 1 jam dan setelah itu disaring vacuumly. Minyak yang diolah
dianalisis untuk menentukan konsentrasi PV dan warna. Hasil kami menunjukkan
bahwa karbon hitam dari serat sabut kelapa dapat digunakan mengurangi
konsentrasi PV, dan warna gelap dari minyak goreng digunakan kembali.
Menggunakan karbon hitam 10 gram mampu menurunkan konsentrasi PV, 10,88 meq
H2O2 / minyak kg, dan menggunakan karbon hitam 12 gram, absorbansi warna
berkurang 0.833 Abs.
Kata kunci: adsorbsi, karbon hitam, minyak goreng yang digunakan, coco fiber
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Sebagai negara agraris, Indonesia menghasilkan produk
pertanian dan perkebunan beserta dengan limbahnya. Limbah pertanian dan
perkebunan dapat tersedia sepanjang tahun, setiap tahun terdapat sekitar 160
miliar ton limbah dari areal pertanian
dan 80 miliar ton dari areal perhutanan. Pada umumnya limbah pertanian tersebut
berkualitas rendah dari segi kandungan protein tetapi kandungan serat tinggi.
Bila tidak ditangani dengan baik, limbah pertanian dan perkebunan akan menjadi
masalah dalam hal lingkungan hidup.
Selama ini sebagian kecil limbah pertanian digunakan sebagai pakan
ternak, sedangkan sebagian lainnya dibuang atau dibakar saja. Minyak
goreng memang sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Makanan yang digoreng
biasanya lebih lezat dan gurih, tanpa membutuhkan tambahan bumbu
bermacam-macam. Dengan demikian, menggoreng adalah cara yang paling praktis
untuk memasak (Arini, 1999).
Dalam proses penggorengan, minyak goreng berperan
sebagai media untuk perpindahan panas yang cepat dan merata pada permukaan
bahan yang digoreng (Maskan, 2003). Penggunaan minyak goreng secara kontinyu
dan berulang-ulang pada suhu tinggi (160-180oC) disertai adanya
kontak dengan udara dan air pada proses penggorengan akan mengakibatkan
terjadinya reaksi degradasi yang komplek dalam minyak dan menghasilkan berbagai
senyawa hasil reaksi.
Minyak goreng juga mengalami perubahan warna dari kuning
menjadi warna gelap. Reaksi degradasi ini menurunkan kualitas minyak dan
akhirnya minyak tidak dapat dipakai lagi
dan harus dibuang (Maskan, 2003). Produk reaksi degradasi yang terdapat
dalam minyak ini juga akan menurunkan kualitas bahan pangan yang digoreng dan
menimbulkan pengaruh buruk bagi kesehatan (Lee,2002).
Walaupun menimbulkan dampak yang negatif, penggunaan
jelantah, atau minyak goreng yang telah digunakan lebih dari sekali untuk
menggoreng (minyak goreng bekas), adalah hal yang biasa di masyarakat. Sebagian
orang berpendapat makanan yang dicampur jelantah lebih sedap. Sebagian lagi karena keterdesakan ekonomi,
apalagi masa-masa
krisis seperti sekarang ini. Upaya untuk menghasilkan bahan pangan
yang berkualitas serta pertimbangan dari segi ekonomi, memacu minat penelitian
untuk pemurnian minyak goreng bekas agar minyak dapat dipakai kembali tanpa
mengurangi kualitas bahan yang digoreng.
Pemurnian minyak goreng bekas merupakan pemisahan produk
reaksi degradasi dari minyak. Beberapa cara dapat dilakukan untuk pemurnian
minyak goreng bekas, salah satunya adalah pemurnian dengan menggunakan
adsorben. Pemurnian minyak goreng bekas dengan adsorben merupakan proses yang
sederhana dan efisien (Maskan, 2003). Pada penelitian ini dilakukan pemurnian
minyak goreng bekas menggunakan adsorben arang aktif dari sabut kelapa.
Tujuan penelitian mempelajari kemampuan
arang aktif dari sabut kelapa untuk
menurunkan Bilangan Peroksida (PV) dan warna gelap minyak goreng
bekas dari minyak kelapa sawit.
1.2
Perumusan masalah
§ Menjelaskan apa yang dimaksud dengan minyak
jelantah
§ Bagaimana cara penanganan minyak jelantah
§ Bagaimana penggunaan arang sabut kelapa
§ Dapat menggunakan kembali minyak jelanta yang
tidak dipakai lagi
§ Bagaimana pengaruh arang serabut kelapa dengan
minyak jelantah
1.3
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki atau
memperbaharui kualitas minyak jelanta yang tidak bisa dipakai lagi dengan
pemanfaatan arang sabut kelapa.
1.4
Hipotesis penelitian
Minyak jelantah dapat dimanfaatkan kembali dengan cara mengadsorpsi
kotoran-kotoran dan warna yang terdapat di dalam minyak jelantah dengan
menggunakan adsorben arang sabut
kelapa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Minyak goreng
bekas (jelantah) adalah minyak goreng yang sudah digunakan beberapa kali
pemakaian oleh konsumen. Selain warnanya yang tidak menarik dan berbau tengik,
minyak jelantah juga mempunyai potensi besar dalam membahayakan kesehatan
tubuh. Minyak jelantah mengandung radikal bebas yang setiap saat siap untuk
mengoksidasi organ tubuh secara perlahan. Minyak jelantah kaya akan asam lemak
bebas. Terlalu sering mengkonsumsi minyak jelantah dapat meningkatkan potensi
kanker didalam tubuh. Menurut para ahli kesehatan, minyak goreng hanya boleh
digunakan dua sampai empat kali untuk menggoreng
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui
apakah minyak goreng tersebut adalah bekas pakai atau tidak, yaitu dapat
dilakukan dengan cara:
§ Biasanya minyak campuran tidak mempunyai kebeningan yang sempurna.
§ Walaupun telah disaring, ada beberapa partikel sisa penggorengan
yang tertinggal dalam minyak tersebut.
§ Minyak yang pernah dipakai untuk menggoreng ayam akan tercium bau
ayam pada jelantah itu.
Minyak
mudah berasap walau baru dipakai. Jika
pada saat penggorengan minyak itu menimbulkan terbentuknya busa yang terlalu
banyak, maka ini merupakan tanda-tanda minyak telah rusak. Agar kita tidak tertipu dengan minyak jelantah yang kemungkinan dijual
kembali, ada beberapa cara untuk membedakan antara minyak jelantah dengan
minyak murni,yaitu:
§ Warna minyak jelantah kuning
kemerah-merahan sementara minyak asli berwarna kuning jernih
§ Minyak curah yang datang dari minyak
jelantah tidak kental seperti minyak asli
§ Minyak jelantah tidak berbuih
apabila dikocok, hal tersebut berbeda dengan minyak asli yang berbuih apabila
dikocok
§ Minyak jelantah memiliki bau yang
berbeda dengan minyak yang baru.
Dalam proses penggorengan, minyak goreng berperan
sebagai media untuk perpindahan panas yang cepat dan merata pada permukaan
bahan yang digoreng (Maskan, 2003) Selama proses penggorengan
minyak mengalami reaksi degradasi yang disebabkan oleh panas, udara dan air,
sehingga mengakibatkan terjadinya oksidasi, hidrolisis, dan polimerisasi.
Reaksi oksidasi juga dapat terjadi selama masa penyimpanan (Lee, 2002).
Produk reaksi oksidasi minyak, seperti peroksida,
radikal bebas, aldehid, keton, hidroperoksida, polimer dan oxidized monomer dan
berbagai produk oksidasi minyak yang lain dilaporkan memberikan pengaruh buruk
bagi kesehatan (Paul dan Mittal, 1997). Oksidasi juga menyebabkan warna minyak
menjadi gelap, tetapi mekanisme terjadinya komponen yang menyebabkan warna
gelap ini masih belum sepenuhnya diketahui (Moreira, 1999; Maskan, 2003).
Diprediksikan bahwa senyawa berwarna pada bahan yang
digoreng terlarut dalam minyak dan menyebabkan terbentuknya warna gelap.
Komponen bahan yang digoreng juga berinteraksi dengan minyak atau senyawa –
senyawa produk reaksi degradasi dalam minyak membentuk senyawa berwarna,
seperti misalnya produk reaksi Maillard browning. Oleh karena itu warna dapat
dipakai sebagai salah satu kriteria kualitas minyak goreng (maskan, 2003).
Kadar melanoidin dapat ditentukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 450 – 550 nm, dan absorbansi pada 460nm dipakai sebagai
indeks warna minyak (Miyagi,2001). Selama dipanaskan minyak juga mengalami
reaksi polimerisasi sehingga menjadi semakin kental serta berbuih.
Reaksi hidrolisis terjadi akibat interaksi antara air
dengan lemak yang menyebabkan putusnya bebrapa asam lemak dari minyak, menghasilkan
Free Fatty Acid (FFA) dan gliserol (Lawson, 1985). FFA mudah mengalami oksidasi
dan mengalami dekomposisi lebih lanjut melalui reaksi radikal bebas (Lin dkk,
2001). Saat
melakukan penelitian dengan campuran adsorben yeng terdiri atas 4,5% clay, 0,5%charcoal, 2,5% MgO dan 2,5% celite dapat menurunkan FFA sebesar
74%.
Sebagai negara kepulauan dan berada di daerah tropis dan
kondisi agroklimat yang mendukung, Indonesia merupakan negara penghasil kelapa
yang utama di dunia. Sabut kelapa merupakan bagian yang cukup besar dari buah
kelapa, yaitu 35 % dari berat keseluruhan buah. Sabut kelapa terdiri dari serat
dan gabus yang menghubungkan satu serat dengan serat lainnya.
Serat adalah bagian yang berharga dari sabut. Setiap
butir kelapa mengandung serat 525 gram (75 % dari sabut), dan gabus 175 gram
(25 % dari sabut). Dengan demikian, apabila secara rata-rata produksi buah
kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 1,7
juta ton sabut kelapa yang dihasilkan. Potensi produksi sabut kelapa yang
sedemikian besar belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang
dapat meningkatkan nilai tambahnya.
Secara umum adsorbsi adalah proses pemisahan komponen
tertentu dari satu fasa fluida (larutan) ke permukaan zat padat yang menyerap
(adsroben). Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul atau porositas,
menyebabkan sebagian molekul terikat lebih kuat pada permukaan dari pada
molekul lainnya. Adapun syarat-syarat untuk berjalannya suatu proses adsorbsi,
yaitu terdapat :
§ Zat yang mengadsorbsi (adsorben),
§ Zat yang teradsorbsi (adsorbat),
§ Waktu pengocokan sampai adsorbsi berjalan seimbang.
Adsorbsi dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu
adsorbsi secara kimia dan secara fisika. Adsorbsi secara kimia (kemisorbsi)
adalah adsorbsi yang terjadi karena adanya gaya-gaya kimia dan diikuti oleh
reaksi kimia. Adsorbsi jenis ini mengakibatkan terbentuknya ikatan secara
kimia, sehingga diikuti dengan reaksi berupa senyawa baru. Pada kemisorbsi
permukaan padatan sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan sehingga sukar
untuk dilepas kembali, sehingga proses kemisorbsi sangat sedikit.
Adsorbsi fisika (fisiosorbsi) adalah adsorbsi yang
terjadi karena adanya gaya-gaya fisika. Adsorbsi ini dicirikan adanya kalor
adsorbsi yang kecil (10 kkal/mol). Molekul-molekul yang diadsorbsi secara fisik
tidak terikat secara kuat pada permukaan dan biasanya terjadi pada proses
reversible yang cepat, sehingga mudah diganti dengan molekul lain.
Minyak goreng memang sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Makanan yang digoreng biasanya lebih lezat
dan gurih, tanpa membutuhkan tambahan bumbu bermacam-macam(Arini, 1999).
Adsorben bahan alami, adalah
adsorben yang berasal dari bahan-bahan alami, seperti tumbuh-tumbuhan dan kayu.
Jenis-jenis adsorben ini yang biasanya digunakan dalam pembuatan dan pemisahan
minyak, yaitu ampas tebu, kulit kacang tanah, daun nenas dan serbuk gergaji.
Adsorben ini dapat digunakan sebagai penjernih pada pemisahan minyak, terutama
minyak jelantah, karena menggandung
selulosa yang terdapat didalam adsorben yang berasal dari bahan-bahan alami
tersebut. Serabut
kelapa dan jerami padi mengandung selulosa yang di
dalam struktur molekulnya mengandung gugus hidroksil atau gugus OH.
Zat warna
mengandung gugus-gugus yang dapat bereaksi dengan gugus OH dari selulosa
sehingga zat warna tersebut dapat terikat pada serabut kelapa dan jerami padi. Zat warna reaktif dapat mewarnai serat selulosa dalam
kondisi tertentu dan membentuk senyawa dengan ikatan kovalen atau ikatan
hidrogen dengan selulosa. Bila dibandingkan dengan harga adsorben yang
berasal dari zeolit alam, harga adsorben yang berasal dari bahan-bahan alami
jauh lebih murah. Hal ini dikarenakan, umumnya adsorben yang berasal dari bahan-bahan
alami adalah sisa dari bahan (suatu proses) yang tidak memiliki harga ekonomis
dan terkadang tidak bisa digunakan kembali untuk suatu proses.
Arang adalah suatu produk kayu yang diperoleh dari
proses karbonisasi, arang adalah risidu yang sebagian besar komponennya adalah
karbon dan terjadi karena penguraian kayu akibat perlakuan panas.
Karbon aktif adalah arang yang diolah lebih lanjut pada
suhu tinggi dengan menggunakan gas CO2, uap air atau bahan-bahan kimia,
sehingga pori- porinya terbuka dan dapat digunakan sebagai adsorben. Daya serap
karbon aktif disebabkan adanya pori-pori mikro yang sangat besar jumlahnya,
sehingga menimbulkan gejala kapiler yang mengakibatkan adanya daya serap.
BAB III
MATERI DAN METODE (METODOLOGI)
3.1
Bahan
§ Minyak goreng bekas diperoleh dari pedagang gorengan yang banyak
terdapat dipinggir jalan.
§ Limbah pertanian yang digunakan yaitu sabut kelapa diperoleh dari
penjual kelapa di pasar.
§ Sedangkan bahan-bahan kimia untuk analisa diperoleh dari laboratorium
Kimia Analisis Politeknik ATI Padang
3.2
Alat
Peralatan untuk pembuatan arang aktif dan proses adsorbsi yang
digunakan adalah :
§ Blender
§ Ayakan, motor pengaduk
§ Pemanas
§ Oven
§ Alat-alat gelas
Untuk analisa digunakan
§ Spektrofotometer
§ Alat-alat gelas.
3.3
Rancangan Penelitian
§ Limbah sabut kelapa yang sudah dibersihkan dan digiling, dilakukan
proses aktivasi menggunakan asam phosphat (H3PO4).
§ Selanjutnya serbuk dipanaskan dalam furnace pada temperatur 170oC selama satu jam,
kemudian temperatur dinaikkan 500oC selama satu jam.
§ Karbon yang diperoleh didinginkan sampai temperatur kamar
§ Kemudian dicuci dengan aquadest sampai netral
§ Setelah netral padatan dikeringkan dalam oven untuk mendapatkan
karbon aktif.
§ Sedangkan proses adsorbsi dilakukan sesuai dengan Gambar 1,
menggunakan massa arang aktif bervariasi : 2, 4, 6, 8, 10, 12 gram.
Gambar 1. Skema proses adsorbsi minyak goreng bekas
3.4
Hasil dan Pembahasan
Pemurnian minyak merupakan proses adsorbsi, kemampuan
adsorben dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain waktu adsorbsi, kecepatan
pengadukan, serta massa adsorben. Mutu minyak pangan ditentukan oleh beberapa
faktor antara lain warna dan bilangan peroksida.
§ Analisa Bilangan Peroksida (PV)
Angka peroksida merupakan nilai terpenting untuk
menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh
dapat mengikat oksigen pada ikatan
rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Jumlah peroksida ini ditentukan dengan
metode Iodometri.
Reaksi antara peroksida dengan senyawa lain dapat terjadi
beberapa kemungkinan, mula-mula komponen tidak jenuh dari asam lemak mengalami
oksidasi membentuk peroksida yang labil dan akan mengalami reaksi lanjut
membentuk aldehid. Aldehid yang terbentuk dapat mengalami oksidasi lanjut
menjadi asam, jika hal ini terjadi maka jumlah peroksida berkurang karena
mengalami penguraian. Degradasi lain dapat terjadi melalui pembentukan radikal.
Radikal - radikal yang terbentuk akan mengalami reaksi lanjut dengan komponen- komponen
didalamnya sedemikan hingga akhirnya akan terbentuk senyawa stabil dapat
membentuk aldehid, keton, dan sebagainya.
§ Analisa Warna
Analisa dengan menggunakan spektrofotometri ini untuk
mengetahui tingkat kekeruhan warna pada minyak. Dari hasil analisa didapat
minyak murni sebesar 0.161 ABS, sedangkan minyak bekas pakai sebesar 0.96 ABS.
Hasil perbandingan antara minyak murni dengan minyak bekas pakai berbeda jauh,
hal ini dikarenakan minyak bekas pakai mempunyai warna yang lebih gelap
dibandingkan warna aslinya, hal ini diduga sebagai akibat teroksidasinya
komponen minyak seperti karotenoid dan vitamin, karena bereaksi dengan
peroksida, juga kemungkinan adanya bahan yang dimasak terlarut dalam minyak.
Pemurnian minyak bekas menggunakan adsorben arang aktif
dari sabut kelapa dapat menurunkan kekeruhan (absorbansi / ABS) dalam minyak
tersebut. semakin banyak adsorben semakin kecil Absorbansi pada minyak hasil
adsorbsi. Massa adsorben 12 gram menghasilkan nilai absorbansi paling kecil
yaitu 0,127 ABS. Hubungan antara Absorbansi dengan massa adsorben arang aktif
menghasilkan persamaan linier yaitu : y = -0,055x + 0,764,
BAB IV
PRAKIRAAN BIAYA
4.1
Bahan
Minyak Goreng
Bekas : Rp
4.500,-/liter
Sabut Kelapa : Rp 2.00,-/butir –
Rp 3.000,-/kg
H3PO4/teknis : Rp
65.000,-/liter
Aquades : -
4.2
Alat
Blender : Peminjaman alat ke Lab. TPP
Ayakan motor : Peminjaman alat ke Lab. Teknik Kimia
Oven :
Peminjaman alat ke Lab. Kimia Analitik
Furnance : Peminjaman alat ke Lab. Kimia
Analitik
Spektrofotometer : Peminjaman alat ke Lab.
Instrumen
Gelas piala : Peminjaman alat ke Lab. Kimia
Analitik
Sendok / spatula : Peminjaman alat ke Lab.
TPP
Penyaring vakum : Peminjaman alat ke Lab. Organik
Neraca / Timbangan : Peminjaman alat ke Lab. Kimia
Analitik
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Arang aktif dari sabut kelapa dapat digunakan untuk
mengadsorbsi minyak bekas, sehingga diperoleh
kualitas minyak bekas yang lebih baik. Proses adsorbsi yang optimum menggunakan
massa arang aktif 10 gram, yang menghasilkan minyak dengan PV sebesar (contoh) 1,99 meq/kg dan
Absorbansi 0,244 Abs. Hubungan antara bilangan peroksida dengan massa arang aktif
menghasilkan persamaan y= 0,198x2– 3,405x + 15,91. Sedangkan hubungan antara
Absorbansi dengan massa arang aktif menghasilkan persamaan linier yaitu y =
-0,055x + 0,764.
5.2
Saran
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada materi
diatas bahwa arang dari sabut kelapa dapat menurunkan harga nilai PV dan
menjernihkan warna minyak bekas. Dengan penggunaan arang ini minyak bekas atau
minyak jelantah memiliki kandungan yang lebih baik sehingga dapat dimanfaatkan
kembali. Oleh karena itu, jika nanti ada banyak minya yang tidak bisa dipakai
atau digunakan lagi jangan dibuang kelingkungan. Karena binyak jelantah
sekarang sudah bisa didaur ulang dengan arang dari sabut kelapa.
DAFTAR PUSTAKA
Arini. 1999. Minyak
Jelantah, Amankah?. Jurnal LPPOM MUI,
No. 25
Azeredo, H.M.C., Faria, J.A.F., dan M.A.A.P. dan Silva. 2004.
Minimization of Proxide
Formation Rate in Soybean Oil by Antioxidant Combinations. Journal of
Food Research International 37 : 689-694
Hamm, W. and Hamilton, J.R. 2000. Edible Oil Processing. Sheffield
Academic Press, England.
Lawson, Harry W. 1985. Standards for Fats and Oil. The AVI Publishing
company, Inc. Weat Port, Connecticut
Andarwulan, Cara-cara Daur Ulang Minyak Goreng bekas Pakai (Jelantah), ITB,
Bandung, 2006.
Ketaren, S, Pengantar Teknologi Minyak
dan Lemak Pangan,Universitas Indonesia, Jakarta, 1986.
Rosita,
Alinda Fradiani, Peningkatan Kualitas
Minyak Goreng Bekas dari KFC dengan Menggunakan Adsorben Karbon Aktif,
Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang, 2009.
Terima kasih banyak....
BalasHapus