Translate

Senin, 05 Desember 2016

ADSORBSI MINYAK GORENG BEKAS MENGGUNAKAN ARANG AKTIF DARI SABUT KELAPA

ADSORBSI MINYAK GORENG BEKAS MENGGUNAKAN ARANG AKTIF
DARI SABUT KELAPA

Mentari Alfato Muhede
Kimia Analisis, Politeknik ATI Padang,  
Jalan Bungo Pasang Tabing - Padang 25171 No. Telpon : (0751) 7055053
Fax : (0751) 41152
E-mail: mentari_alfato@yahoo.com


Abstrak
Minyak jelantah adalah minyak goreng yang sudah digunakan beberapa kali pemakaian. Selain warnanya yang tidak menarik dan berbau tengik, minyak jelantah juga mempunyai potensi besar dalam membahayakan kesehatan tubuh. Minyak jelantah dapat dimanfaatkan kembali dengan cara mengadsorpsi kotoran-kotoran dan warna yang terdapat di dalam minyak jelantah dengan menggunakan adsorben.  Penelitian ini mempelajari kemampuan karbon hitam dari karpet (coco fiber) untuk mengurangi konsentrasi nilai peroksida (PV), dan untuk memurnikan warna minyak kembali. Pengobatan dengan karbon hitam ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas minyak digunakan kembali untuk memperpanjang waktu menggunakan minyak. Dibersihkan limbah pertanian (coco fiber) yang digiling untuk membuat bubuk. Serbuk dilakukan dengan proses aktivation menggunakan asam fosfat (H3PO4) 1 M selama 24 jam. Kemudian bubuk itu tungku pada 170oC selama 1 jam, setelah suhu yang meningkat menjadi 500oC selama 1 jam. Karbon dicuci dengan aquades sampai netral. Setelah netralisasi, maka dikeringkan untuk mendapatkan Carbon Black. Variabel proses adsorpsi adalah karbon hitam massa sebagai adsorben untuk; 2, 4, 6, 8, 10, 12 gram. Yang digunakan minyak 200 ml dipanaskan pada 100o C. Kemudian dicampur bersama-sama dengan karbon hitam di pencampuran kecepatan 1000 rpm selama 1 jam dan setelah itu disaring vacuumly. Minyak yang diolah dianalisis untuk menentukan konsentrasi PV dan warna. Hasil kami menunjukkan bahwa karbon hitam dari serat sabut kelapa dapat digunakan mengurangi konsentrasi PV, dan warna gelap dari minyak goreng digunakan kembali. Menggunakan karbon hitam 10 gram mampu menurunkan konsentrasi PV, 10,88 meq H2O2 / minyak kg, dan menggunakan karbon hitam 12 gram, absorbansi warna berkurang 0.833 Abs.
Kata kunci: adsorbsi, karbon hitam, minyak goreng yang digunakan, coco fiber

BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar belakang
Sebagai negara agraris, Indonesia menghasilkan produk pertanian dan perkebunan beserta dengan limbahnya. Limbah pertanian dan perkebunan dapat tersedia sepanjang tahun, setiap tahun terdapat sekitar 160 miliar ton limbah  dari areal pertanian dan 80 miliar ton dari areal perhutanan. Pada umumnya limbah pertanian tersebut berkualitas rendah dari segi kandungan protein tetapi kandungan serat tinggi. Bila tidak ditangani dengan baik, limbah pertanian dan perkebunan akan menjadi masalah dalam hal lingkungan hidup.
Selama ini sebagian kecil  limbah pertanian digunakan sebagai pakan ternak, sedangkan sebagian lainnya dibuang atau dibakar saja. Minyak goreng memang sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Makanan yang digoreng biasanya lebih lezat dan gurih, tanpa membutuhkan tambahan bumbu bermacam-macam. Dengan demikian, menggoreng adalah cara yang paling praktis untuk memasak (Arini, 1999).
Dalam proses penggorengan, minyak goreng berperan sebagai media untuk perpindahan panas yang cepat dan merata pada permukaan bahan yang digoreng (Maskan, 2003). Penggunaan minyak goreng secara kontinyu dan berulang-ulang pada suhu tinggi (160-180oC) disertai adanya kontak dengan udara dan air pada proses penggorengan akan mengakibatkan terjadinya reaksi degradasi yang komplek dalam minyak dan menghasilkan berbagai senyawa hasil reaksi.
Minyak goreng juga mengalami perubahan warna dari kuning menjadi warna gelap. Reaksi degradasi ini menurunkan kualitas minyak dan akhirnya minyak tidak dapat dipakai lagi  dan harus dibuang (Maskan, 2003). Produk reaksi degradasi yang terdapat dalam minyak ini juga akan menurunkan kualitas bahan pangan yang digoreng dan menimbulkan pengaruh buruk bagi kesehatan (Lee,2002).
Walaupun menimbulkan dampak yang negatif, penggunaan jelantah, atau minyak goreng yang telah digunakan lebih dari sekali untuk menggoreng (minyak goreng bekas), adalah hal yang biasa di masyarakat. Sebagian orang berpendapat makanan yang dicampur jelantah lebih sedap.  Sebagian lagi karena keterdesakan ekonomi, apalagi masa-masa
krisis seperti sekarang ini. Upaya untuk menghasilkan bahan pangan yang berkualitas serta pertimbangan dari segi ekonomi, memacu minat penelitian untuk pemurnian minyak goreng bekas agar minyak dapat dipakai kembali tanpa mengurangi kualitas bahan yang digoreng.
Pemurnian minyak goreng bekas merupakan pemisahan produk reaksi degradasi dari minyak. Beberapa cara dapat dilakukan untuk pemurnian minyak goreng bekas, salah satunya adalah pemurnian dengan menggunakan adsorben. Pemurnian minyak goreng bekas dengan adsorben merupakan proses yang sederhana dan efisien (Maskan, 2003). Pada penelitian ini dilakukan pemurnian minyak goreng bekas menggunakan adsorben arang aktif dari sabut kelapa. Tujuan  penelitian mempelajari kemampuan arang aktif dari sabut kelapa untuk
menurunkan Bilangan Peroksida (PV) dan warna gelap minyak goreng bekas dari minyak kelapa sawit.

1.2         Perumusan masalah
§  Menjelaskan apa yang dimaksud dengan minyak jelantah
§  Bagaimana cara penanganan minyak jelantah
§  Bagaimana penggunaan arang sabut kelapa
§  Dapat menggunakan kembali minyak jelanta yang tidak dipakai lagi
§  Bagaimana pengaruh arang serabut kelapa dengan minyak jelantah

1.3         Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki atau memperbaharui kualitas minyak jelanta yang tidak bisa dipakai lagi dengan pemanfaatan arang sabut kelapa.

1.4         Hipotesis penelitian
Minyak jelantah dapat dimanfaatkan kembali dengan cara mengadsorpsi kotoran-kotoran dan warna yang terdapat di dalam minyak jelantah dengan menggunakan adsorben arang sabut kelapa.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Minyak goreng bekas (jelantah) adalah minyak goreng yang sudah digunakan beberapa kali pemakaian oleh konsumen. Selain warnanya yang tidak menarik dan berbau tengik, minyak jelantah juga mempunyai potensi besar dalam membahayakan kesehatan tubuh. Minyak jelantah mengandung radikal bebas yang setiap saat siap untuk mengoksidasi organ tubuh secara perlahan. Minyak jelantah kaya akan asam lemak bebas. Terlalu sering mengkonsumsi minyak jelantah dapat meningkatkan potensi kanker didalam tubuh. Menurut para ahli kesehatan, minyak goreng hanya boleh digunakan dua sampai empat kali untuk menggoreng
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah minyak goreng tersebut adalah bekas pakai atau tidak, yaitu dapat dilakukan dengan cara:
§  Biasanya minyak campuran tidak mempunyai kebeningan yang sempurna.
§  Walaupun telah disaring, ada beberapa partikel sisa penggorengan yang tertinggal dalam minyak tersebut.
§  Minyak yang pernah dipakai untuk menggoreng ayam akan tercium bau ayam pada jelantah itu.
Minyak mudah  berasap walau baru dipakai. Jika pada saat penggorengan minyak itu menimbulkan terbentuknya busa yang terlalu banyak, maka ini merupakan tanda-tanda minyak telah rusak. Agar kita tidak tertipu dengan minyak jelantah yang kemungkinan dijual kembali, ada  beberapa cara untuk membedakan antara minyak jelantah dengan minyak murni,yaitu:
§  Warna minyak jelantah kuning kemerah-merahan sementara minyak asli berwarna kuning jernih  
§  Minyak curah yang datang dari minyak jelantah tidak kental seperti minyak asli
§  Minyak jelantah tidak berbuih apabila dikocok, hal tersebut berbeda dengan minyak asli yang berbuih apabila dikocok
§  Minyak jelantah memiliki bau yang berbeda dengan minyak yang baru.
Dalam proses penggorengan, minyak goreng berperan sebagai media untuk perpindahan panas yang cepat dan merata pada permukaan bahan yang digoreng (Maskan, 2003) Selama proses penggorengan minyak mengalami reaksi degradasi yang disebabkan oleh panas, udara dan air, sehingga mengakibatkan terjadinya oksidasi, hidrolisis, dan polimerisasi. Reaksi oksidasi juga dapat terjadi selama masa penyimpanan (Lee, 2002).
Produk reaksi oksidasi minyak, seperti peroksida, radikal bebas, aldehid, keton, hidroperoksida, polimer dan oxidized monomer dan berbagai produk oksidasi minyak yang lain dilaporkan memberikan pengaruh buruk bagi kesehatan (Paul dan Mittal, 1997). Oksidasi juga menyebabkan warna minyak menjadi gelap, tetapi mekanisme terjadinya komponen yang menyebabkan warna gelap ini masih belum sepenuhnya diketahui (Moreira, 1999; Maskan, 2003).
Diprediksikan bahwa senyawa berwarna pada bahan yang digoreng terlarut dalam minyak dan menyebabkan terbentuknya warna gelap. Komponen bahan yang digoreng juga berinteraksi dengan minyak atau senyawa – senyawa produk reaksi degradasi dalam minyak membentuk senyawa berwarna, seperti misalnya produk reaksi Maillard browning. Oleh karena itu warna dapat dipakai sebagai salah satu kriteria kualitas minyak goreng (maskan, 2003). Kadar melanoidin dapat ditentukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 450 – 550 nm, dan absorbansi pada 460nm dipakai sebagai indeks warna minyak (Miyagi,2001). Selama dipanaskan minyak juga mengalami reaksi polimerisasi sehingga menjadi semakin kental serta berbuih.
Reaksi hidrolisis terjadi akibat interaksi antara air dengan lemak yang menyebabkan putusnya bebrapa asam lemak dari minyak, menghasilkan Free Fatty Acid (FFA) dan gliserol (Lawson, 1985). FFA mudah mengalami oksidasi dan mengalami dekomposisi lebih lanjut melalui reaksi radikal bebas (Lin dkk, 2001). Saat melakukan penelitian dengan campuran adsorben yeng terdiri atas 4,5% clay, 0,5%charcoal, 2,5% MgO dan 2,5% celite dapat menurunkan FFA sebesar 74%.
Sebagai negara kepulauan dan berada di daerah tropis dan kondisi agroklimat yang mendukung, Indonesia merupakan negara penghasil kelapa yang utama di dunia. Sabut kelapa merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa, yaitu 35 % dari berat keseluruhan buah. Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan satu serat dengan serat lainnya.
Serat adalah bagian yang berharga dari sabut. Setiap butir kelapa mengandung serat 525 gram (75 % dari sabut), dan gabus 175 gram (25 % dari sabut). Dengan demikian, apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 1,7 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan. Potensi produksi sabut kelapa yang sedemikian besar belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambahnya.
Secara umum adsorbsi adalah proses pemisahan komponen tertentu dari satu fasa fluida (larutan) ke permukaan zat padat yang menyerap (adsroben). Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul atau porositas, menyebabkan sebagian molekul terikat lebih kuat pada permukaan dari pada molekul lainnya. Adapun syarat-syarat untuk berjalannya suatu proses adsorbsi, yaitu terdapat :
§  Zat yang mengadsorbsi (adsorben),
§  Zat yang teradsorbsi (adsorbat),
§  Waktu pengocokan sampai adsorbsi berjalan seimbang.
Adsorbsi dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu adsorbsi secara kimia dan secara fisika. Adsorbsi secara kimia (kemisorbsi) adalah adsorbsi yang terjadi karena adanya gaya-gaya kimia dan diikuti oleh reaksi kimia. Adsorbsi jenis ini mengakibatkan terbentuknya ikatan secara kimia, sehingga diikuti dengan reaksi berupa senyawa baru. Pada kemisorbsi permukaan padatan sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan sehingga sukar untuk dilepas kembali, sehingga proses kemisorbsi sangat sedikit.
Adsorbsi fisika (fisiosorbsi) adalah adsorbsi yang terjadi karena adanya gaya-gaya fisika. Adsorbsi ini dicirikan adanya kalor adsorbsi yang kecil (10 kkal/mol). Molekul-molekul yang diadsorbsi secara fisik tidak terikat secara kuat pada permukaan dan biasanya terjadi pada proses reversible yang cepat, sehingga mudah diganti dengan molekul lain. Minyak goreng memang sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat.  Makanan yang digoreng biasanya lebih lezat dan gurih, tanpa membutuhkan tambahan bumbu bermacam-macam(Arini, 1999).
Adsorben bahan alami, adalah adsorben yang berasal dari bahan-bahan alami, seperti tumbuh-tumbuhan dan kayu. Jenis-jenis adsorben ini yang biasanya digunakan dalam pembuatan dan pemisahan minyak, yaitu ampas tebu, kulit kacang tanah, daun nenas dan serbuk gergaji. Adsorben ini dapat digunakan sebagai penjernih pada pemisahan minyak, terutama minyak jelantah,  karena menggandung selulosa yang terdapat didalam adsorben yang berasal dari bahan-bahan alami tersebut. Serabut kelapa dan jerami padi mengandung selulosa yang di dalam struktur molekulnya mengandung gugus hidroksil atau gugus OH.
Zat warna mengandung gugus-gugus yang dapat bereaksi dengan gugus OH dari selulosa sehingga zat warna tersebut dapat terikat pada serabut kelapa dan jerami padi. Zat warna reaktif dapat mewarnai serat selulosa dalam kondisi tertentu dan membentuk senyawa dengan ikatan kovalen atau ikatan hidrogen dengan selulosa.   Bila dibandingkan dengan harga adsorben yang berasal dari zeolit alam, harga adsorben yang berasal dari bahan-bahan alami jauh lebih murah. Hal ini dikarenakan, umumnya adsorben yang berasal dari bahan-bahan alami adalah sisa dari bahan (suatu proses) yang tidak memiliki harga ekonomis dan terkadang tidak bisa digunakan kembali untuk suatu proses.
Arang adalah suatu produk kayu yang diperoleh dari proses karbonisasi, arang adalah risidu yang sebagian besar komponennya adalah karbon dan terjadi karena penguraian kayu akibat perlakuan panas.
Karbon aktif adalah arang yang diolah lebih lanjut pada suhu tinggi dengan menggunakan gas CO2, uap air atau bahan-bahan kimia, sehingga pori- porinya terbuka dan dapat digunakan sebagai adsorben. Daya serap karbon aktif disebabkan adanya pori-pori mikro yang sangat besar jumlahnya, sehingga menimbulkan gejala kapiler yang mengakibatkan adanya daya serap.

BAB III
MATERI DAN METODE (METODOLOGI)

3.1         Bahan
§  Minyak goreng bekas diperoleh dari pedagang gorengan yang banyak terdapat dipinggir jalan.
§  Limbah pertanian yang digunakan yaitu sabut kelapa diperoleh dari penjual kelapa di pasar.
§  Sedangkan bahan-bahan kimia untuk analisa diperoleh dari laboratorium Kimia Analisis Politeknik ATI Padang

3.2         Alat
Peralatan untuk pembuatan arang aktif dan proses adsorbsi yang digunakan adalah :  
§  Blender
§  Ayakan, motor pengaduk
§  Pemanas
§  Oven
§  Alat-alat gelas
Untuk analisa digunakan
§  Spektrofotometer
§  Alat-alat gelas.

3.3         Rancangan Penelitian
§  Limbah sabut kelapa yang sudah dibersihkan dan digiling, dilakukan proses aktivasi menggunakan asam phosphat (H3PO4).
§  Selanjutnya serbuk dipanaskan dalam furnace pada temperatur 170oC selama satu jam, kemudian temperatur dinaikkan 500oC selama satu jam.
§  Karbon yang diperoleh didinginkan sampai temperatur kamar
§  Kemudian dicuci dengan aquadest sampai netral
§  Setelah netral padatan dikeringkan dalam oven untuk mendapatkan karbon aktif.
§  Sedangkan proses adsorbsi dilakukan sesuai dengan Gambar 1, menggunakan massa arang aktif bervariasi : 2, 4, 6, 8, 10, 12 gram.

Gambar 1. Skema proses adsorbsi minyak goreng bekas

3.4         Hasil dan Pembahasan
Pemurnian minyak merupakan proses adsorbsi, kemampuan adsorben dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain waktu adsorbsi, kecepatan pengadukan, serta massa adsorben. Mutu minyak pangan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain warna dan bilangan peroksida.
§  Analisa Bilangan Peroksida (PV)
Angka peroksida merupakan nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat  mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Jumlah peroksida ini ditentukan dengan metode Iodometri.
Reaksi antara peroksida dengan senyawa lain dapat terjadi beberapa kemungkinan, mula-mula komponen tidak jenuh dari asam lemak mengalami oksidasi membentuk peroksida yang labil dan akan mengalami reaksi lanjut membentuk aldehid. Aldehid yang terbentuk dapat mengalami oksidasi lanjut menjadi asam, jika hal ini terjadi maka jumlah peroksida berkurang karena mengalami penguraian. Degradasi lain dapat terjadi melalui pembentukan radikal. Radikal - radikal yang terbentuk akan mengalami reaksi lanjut dengan komponen- komponen didalamnya sedemikan hingga akhirnya akan terbentuk senyawa stabil dapat membentuk aldehid, keton, dan sebagainya.

§  Analisa Warna
Analisa dengan menggunakan spektrofotometri ini untuk mengetahui tingkat kekeruhan warna pada minyak. Dari hasil analisa didapat minyak murni sebesar 0.161 ABS, sedangkan minyak bekas pakai sebesar 0.96 ABS. Hasil perbandingan antara minyak murni dengan minyak bekas pakai berbeda jauh, hal ini dikarenakan minyak bekas pakai mempunyai warna yang lebih gelap dibandingkan warna aslinya, hal ini diduga sebagai akibat teroksidasinya komponen minyak seperti karotenoid dan vitamin, karena bereaksi dengan peroksida, juga kemungkinan adanya bahan yang dimasak terlarut dalam minyak.
Pemurnian minyak bekas menggunakan adsorben arang aktif dari sabut kelapa dapat menurunkan kekeruhan (absorbansi / ABS) dalam minyak tersebut. semakin banyak adsorben semakin kecil Absorbansi pada minyak hasil adsorbsi. Massa adsorben 12 gram menghasilkan nilai absorbansi paling kecil yaitu 0,127 ABS. Hubungan antara Absorbansi dengan massa adsorben arang aktif menghasilkan persamaan linier yaitu : y = -0,055x + 0,764,


BAB IV
PRAKIRAAN BIAYA

4.1         Bahan
Minyak Goreng Bekas                        : Rp 4.500,-/liter
Sabut Kelapa                           : Rp 2.00,-/butir – Rp 3.000,-/kg
H3PO4/teknis                                    : Rp 65.000,-/liter
Aquades                                  : -

4.2         Alat
Blender                                   : Peminjaman alat ke Lab. TPP
Ayakan motor                         : Peminjaman alat ke Lab. Teknik Kimia
Oven                                       : Peminjaman alat ke Lab. Kimia Analitik
Furnance                                 : Peminjaman alat ke Lab. Kimia Analitik
Spektrofotometer                    : Peminjaman alat ke Lab. Instrumen
Gelas piala                               : Peminjaman alat ke Lab. Kimia Analitik
Sendok / spatula                      : Peminjaman alat ke Lab. TPP
Penyaring vakum                     : Peminjaman alat ke Lab. Organik
Neraca / Timbangan                : Peminjaman alat ke Lab. Kimia Analitik


BAB V
PENUTUP

5.1         Kesimpulan
Arang aktif dari sabut kelapa dapat digunakan untuk mengadsorbsi  minyak bekas, sehingga diperoleh kualitas minyak bekas yang lebih baik. Proses adsorbsi yang optimum menggunakan massa arang aktif 10 gram, yang menghasilkan minyak dengan PV sebesar (contoh) 1,99 meq/kg dan Absorbansi 0,244 Abs. Hubungan antara bilangan peroksida dengan massa arang aktif menghasilkan persamaan y= 0,198x2– 3,405x + 15,91. Sedangkan hubungan antara Absorbansi dengan massa arang aktif menghasilkan persamaan linier yaitu y = -0,055x + 0,764.

5.2         Saran
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada materi diatas bahwa arang dari sabut kelapa dapat menurunkan harga nilai PV dan menjernihkan warna minyak bekas. Dengan penggunaan arang ini minyak bekas atau minyak jelantah memiliki kandungan yang lebih baik sehingga dapat dimanfaatkan kembali. Oleh karena itu, jika nanti ada banyak minya yang tidak bisa dipakai atau digunakan lagi jangan dibuang kelingkungan. Karena binyak jelantah sekarang sudah bisa didaur ulang dengan arang dari sabut kelapa.

DAFTAR PUSTAKA

Arini. 1999. Minyak Jelantah, Amankah?.  Jurnal LPPOM MUI, No. 25
Azeredo, H.M.C., Faria, J.A.F., dan M.A.A.P. dan Silva. 2004. Minimization of Proxide
Formation Rate in Soybean Oil by Antioxidant Combinations. Journal of Food Research International 37 : 689-694
Hamm, W. and Hamilton, J.R. 2000. Edible Oil Processing. Sheffield Academic Press, England.
Lawson, Harry W. 1985. Standards for Fats and Oil. The AVI Publishing company, Inc. Weat Port, Connecticut
Andarwulan, Cara-cara Daur Ulang Minyak Goreng bekas Pakai (Jelantah), ITB, Bandung, 2006.
Ketaren, S, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan,Universitas Indonesia, Jakarta, 1986.
Rosita, Alinda Fradiani, Peningkatan Kualitas Minyak Goreng Bekas dari KFC dengan Menggunakan Adsorben Karbon Aktif, Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang, 2009.



1 komentar: