Translate

Senin, 05 Desember 2016

Paracetamol - Spektro UV-Vis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Kita sering melihat benda-benda bercahaya seperti matahari atau benda lainnya atau bola lampu listrik yang dapat memancarkan spektrum luas yang terdiri dari banyak panjang gelombang. Panjang-panjang gelombang itu yang berhubungan dengan cahaya tampak adalah mampu untuk mempengaruhi retina mata manusia dan karenanya menyebabkan kesan-kesan subyektif dari penglihatan. Tetapi banyak dari radiasi yang dipancarkan oleh benda-benda panas terletak di luar daerah di mana mata peka, dan kita mengatakan tentang daerah-daerah ultranya (ultra ungu) dan spektrum yang terletak di kedua sisi sinar tampak.
Salah satu alat yang digunakan dalam analisis instrumen pada prakteknya antara lain spektrofotometer. Sesuai dengan namanya, spektrofotometer terdiri dari spektrometer dan fotometer. Metode analisis dengan alat ini disebut juga spektrofotometri karena menggunakan bantuan cahaya dalam pelaksanaannya.

1.2         Rumusan Masalah
§  Menjelaskan Pengertian Paracetamol meliputi, Dosis, Efek samping, Kegunaan Paracetamol, Kerugian, Mekanisme kerja obat, Overdosis
§  Spektrofotometri meliputi Pengertian Spektofotometer, Jenis – jenis Spektrofotometer, Bagian penting spektrofotometer, Mekanisme alat
§  Motode Kerja

1.3         Tujuan
§  Menentukan kadar paracetamol dengan cara mengukur absorban pada panjang gelombang maksimal dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
§  Mengetahui dan memahami cara penentuan kadar suatu senyawa dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis

1.4         Manfaat
§  Mepermudah pekerjaan karena tidak menggunakan proses manual lagi
§  Sampel yang dianalisis lebih akurat hasilnya
§  Sampel yang diperiksa bisa sekali banyak
§  Tidak perlu menggunakan pereaksi yang mahal

1.5         Prinsip Percobaan
Penentuan kadar paracetamol dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis yang disinari dengan cahaya tampak pada panjang gelombang maksimal. Sinar polikromatik yang ditangkap oleh alat kromator diubah menjadi sinar monokromatik yang diteruskan ke sel yang berisi larutan yang diuji kemudian diterima oleh detektor lalu amplifier dan hasilnya dibaca oleh recorder.

BAB II
TEORI UMUM

2.1         Pengertian Paracetamol
Parasetamol di kenal dengan nama lain asetaminofen merupakan turunan  para aminofenol yang memiliki efek analgesik serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis  prostaglandin yang lemah. Penggunaan parasetamol mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan derivat asam salisilat yaitu tidak ada efek iritasi lambung, gangguan pernafasan, gangguan keseimbangan asam basa. Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan asam salisilat (Gunawan et al, 2007). Namun  penggunaan dosis tinggi dalam waktu lama dapat menimbulkan efek samping methemoglobin dan hepatotoksik (Siswandono & Soekardjo, 1995).
Obat ini diklasifikasikan dalam obat antiinflamasi non-steroid (NSAID) dan menurut sumber lain juga tidak diklasifikasikan dalam obat golongan NSAID. Paracetamol (C8H9NO2) juga disebut asetaminofen adalah 4’-hidroksiasetanilida dan merupakan turunan aniline. Obat ini tersedia dalam formulasi yang berbeda- beda dan digunakan secara luas untuk meningkatkan efisiensi dan toleransi, menurunkan efek yang kurang baik dan toksisitas dari substansi obat lain.
Menurut Farmakope Amerika (USP), sebuah tablet parasetamol seharusnya mengandung tidak kurang dari 90% (450 mg) dan tidak lebih dari 110% (550 mg) parasetamol. Persentase kandungan dari analisis sampel menggunakan KCKT memiliki rentang 51,04-103,84%, sedangkan menggunakan UV, rentangnya 50,19-109,2%, yang mengindikasikan tidak ada sampel yang mengandung kurang dari 50% zat aktifnya (Audu, dkk, 2012).
Paracetamol merupakan obat yang bersifat analgesic (penahan rasa sakit/ nyeri) dan antipiretik (penurun panas/demam) adalah obat yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat, karena obat ini dapat berkhasiat untuk menyembuhkan demam, sakit kepala dan rasa nyeri. Umumnya obat yang bersifat analgetik dan antipiretik ini mengandung zat aktif yang disebut asetaminofen atau lebih dikenal dengan nama parasetamol. Obat ini beredar di masyarajat dalam berbagai macam sediaan tablet, kaplet, kapsul, sirup, dan serbuk (Rachdiati, 2008).
Sebelum dilakukan pengukuran serapan, maka harus ditentukan panjang gelombang maksimumnya terlebih dahulu. Alasan penggunaan panjang gelombang maksimum (λ maks) yakni panjang gelombang maksimum memiliki kepekaan maksimal karena terjadi perubahan absorbansi yang paling besar serta  pada panjang gelombang maksimum bentuk kurva absorbansi memenuhi hukum Lambert-Beer. Dari percobaan ini diperoleh panjang gelombang maksimum untuk  parasetamol 257nm sehingga dalam penentuan kadar parasetamol digunakan  panjang gelombang tersebut. Menurut teori, panjang gelombang maksimum untuk  parasetamol adalah 249nm.
2.1.1   Dosis
Usia (tahun)
Takaran (minimal – maksimal dosis tiap 4-6 jam) per miligram (mg)
>16
500 – 1000
12-16
480 – 750
10-12
480– 500
8-10
360-375
6-8
240-250
4-6
240
2-4
180
6 – 24 bulan
120
3 – 6 bulan
60
2 – 3 bulan setelah imunisasi
60

2.1.2   Efek samping
Paracetamol jarang menyebabkan efek samping tertentu. Jika Anda memiliki keluhan setelah mengonsumsi obat ini, segera temui dokter.
§  Beberapa efek samping yang mungkin terjadi adalah:
§  Ruam, pembengkakan, kesulitan bernapas – gejala alergi
§  Tekanan darah rendah atau hipotensi
§  Trombosit dan sel darah putih menurun
§  Kerusakan pada hati dan ginjal – ketika mengalami overdosis

2.1.3   Kegunaan Paracetamol
Parasetamol dalam dunia farmasi dan kedokteran digunakan pada kondisi:
§ Demam (antipiretik). Parasetamol digunakan untuk menurunkan panas demam yang dapat digunakan pada semua golongan umur pasien. World Health Organization (WHO) merekomendasikan penggunaan parasetamol pada anak dengan suhu badan lebih dari 38,5 derajat celcius. Parasetamol meiliki aktivitas antipriretik yang lebih rendah dari ibuprofen. Kendati demikian parasetamol telah memberikan peran yang telah terbukti pada penanganan analgesik dan antipiretik pada pediatrik (pasien anak-anak).
§ Nyeri. Parasetamol digunakan secara luas terhadap manivestasi nyeri ringan hingga sedang pada berbagai bagian tubuh. Parasetamol memiliki sifat analgesik yang sebanding dengan aspirin, namun sifat antiinflamsinya lebih rendah. Parasetamol dapat ditoleransi lebih baik daripada aspirin pada pasien dengan produksi asam lambung yang tinggi dan atau dengan pendarahan saluran cerna. Parasetamol dapat menghilangkan nyeri artritis ringan, namun tidak berefek pada penyebab nyeri tersebut yaitu peradangan yang mendasarinya, kemerahan dan pembengkakan sendi. Efektivitas parasetamol yang digunakan dalam kombinasi dengan opioid lemah seperti kodein masih diragukan. Sedangkan kombinasinya dengan opioid kuat seperti morfin telah terbukti dapat mengurangi dosis opioid.

2.1.4   Kerugian
Pada dosis yang direkomendasikan, efek samping parasetamol tergolong ringan. Berbeda dengan aspirin, parasetamol tidak menyebabkan pengenceran darah dan gangguan ulkus peptikum. Dibandingkan dengan ibuprofen yang dapat menyebabkan diare, mual dan nyeri abdomen, parasetamol lebih dapat ditoleransi. Pada penggunaan jangka panjang parasetamol dapat menyebabkan:
§  Komplikasi saluran cerna seperti pendarahan
§  Kerusakan ginjal dan hati
§  Parasetamol dimetabolisme dihati dan bersifat hepatotoksik
§  Efek merugikan parasetamol tersebut akan semakin berat pada pasien dengan kerusakan hati atau pada alkoholik kronis
§  Pengguna parasetamol kronis juga beresiko mengalami kanker darah
Parasetamol juga relatif aman digunakan pada wanita hamil karena tidak mempengaruhi penutupan duktus arteriosus janin. Namun sebuah penelitian pada Oktober 2010, telah mengaitkan adanya hubungan pada penggunaan parasetamol dengan kemandulan pada wanita yang belum pernah melahirkan. Tidak seperti opioid, parasetamol tidak menyebabkan euforia, namun ada indikasi dapat menimbulkan gangguan psikologis. 

2.1.5   Mekanisme kerja obat
Hingga saat ini mekanisme kerja yang lengkap dari parasetamol belum dipahami seluruhnya. Mekanisme kerja utamanya adalah dengan penghambatan pada kerja enzim siklooksigenase (COX) yang lebih banyak pada COX-2. Jika dibandingkan sifat analgesik dan antipiretiknya dengan aspirin atau AINS lainnya, aktivitas antiinflamasinya dibatasi oleh beberapa faktor, salah satunya disebabkan karena tingginya kadar peroksida pada daerah yang mengalami inflamasi.
Belakangan diketahui bahwa aktivitas analgesik disebabkan oleh sebuah metabolit parasetamol yang berikatan pada reseptor TRPA1 pada sumsum tulang belakang untuk menekan transduksi sinyal dari lapisan dangkal tanduk belakang untuk mengurangi rasa nyeri. Selektivitas parasetamol pada enzim COX-2 tidaklah selektif. Enzim COX  merupakan enzim yang bertanggung jawab dalam metabolisme asam arakhidonat membentuk prostaglandin H2, yang merupakan agen pro inflamasi. AINS bekerja dengan memblokir langkar tersebut.
Enzim COX sangat aktif saat berada dalam kondisi teroksidasi. Parasetamol mengurangi teroksidasinya enzim COX sehingga menghambat pembentukkan senyawa pro-inflamasi, sehingga menurunkan set-titik pada pusat termoregulasi.
Parasetamol juga memodulasi kanabinoid endogen. Parasetamol yang dimetabolisme menjadi AM404, suatu senyawa yang memiliki beberapa aktivitas, yang mana menghambat pengambilan kembali kanabinoid endogen atau anandamide vaniloid oleh neuron. Pengambilan kembali anandamide akan menurunkan tingkat sinaptik dan aktivitas reseptor nyeri utama (nociceptor) dari tubuh, dan TRPV1 (nama lain reseptor vaniloid).
Melalui penghambatan pengambilan kembali anadamide maka tingkat sinap tetap tinggi dan memungkinkan reseptor TRPV1 tak terpengaruh sebagaimana yang dilakukan oleh kapsaisin.  Selanjutnya AM404 menghambat saluran natrium seperti mekanisme yang terjadi pada anestesi lidokain dan prokain

2.1.6   Overdosis
Overdosis parasetamol dapat menyebabkan kerusakan hati.

2.2         Spektrofotometri
2.2.1   Pengertian Spektofotometer
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan  pengukuran menggunakan spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri (Basset,1994).
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan  pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan  berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor  fototube ( Underwood,2001). Spektrofotometer menghasilkan sinar dan spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi.
Spektrofotometer dibandingkan dengan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating, atau celah optis. Pada fotometer filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter tidak mungkin diperoleh panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma.
Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko ataupun  pembanding. Sinar yang melewati suatu larutan akan terserap oleh senyawa-senyawa dalam larutan tersebut. Intensitas sinar yang diserap tergantung pada  jenis senyawa yang ada, konsentrasi dan tebal atau panjang larutan tersebut. Makin tinggi konsentrasi suatu senyawa dalam larutan, makin banyak sinar yang diserap.
2.2.2   Jenis – jenis Spektrofotometer
Spektrofotometri terdiri dari beberapa jenis berdasarkan sumber cahaya yang digunakan. Diantaranya adalah sebagai berikut :
a.    Spektrofotometri Vis (Visible) Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energy dalah cahaya tampak (Visible). Cahaya visible termasuk spectrum elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 380-750 nm. Sehingga semua sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia, maka sinar tersebut termasuk kedalam sinar tampak (Visible).  
b.    Spektrofotometri UV (Ultra Violet) Berbeda dengan spektrofotometri Visible, pada spektrofometri UV  berdasarkan interaksi sampel dengan sinar UV. Sinar UV memiliki  panjang gelombang 190-380 nm. Sebagai sumber sinar dapat digunakan lampu deuterium. Deuterium disebut juga heavy hydrogen. Dia merupakan isotop hydrogen yang stabil tang terdapat berlimpah dilaut dan didaratan. Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata manusia maka senyawa yang dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki warna. Bening dan transparan.
c.    Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah menggunakan hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapi dengan monokromator. Penyerapan sinar uv dan sinar tampak oleh molekul, melalui 3 proses yaitu : a. Penyerapan oleh transisi electron ikatan dan electron anti ikatan.  b. Penyerapan oleh transisi electron d dan f dari molekul kompleks c. Penyerapan oleh perpindahan muatan. Interaksi antara energy cahaya dan molekul dapat digambarkan sbb :  E = hv
Dimana : E = energy (joule/second) h = tetapan plank v = frekuensi foton
d.   Spektrofotometri IR (Infra Red) Spektrofotometri ini berdasar kepada penyerapan panjang gelombang Inframerah. Cahaya Inframerah, terbagi menjadi inframerah dekat, pertengahan dan jauh. Inframerah pada spektrofotometri adalah adalah inframerah jauh dan pertengahan yang mempunyai panjang gelombang 2.5-1000 mikrometer. Hasil analisa biasanya berupa signalkromatogram hubungan intensitas IR terhadap panjang gelombang. Untuk identifikasi, signal sampel akan dibandingkan dengan signal standard.
2.2.3   Bagian penting spektrofotometer
a.    Sumber Cahaya Sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer, haruslah memiliki  pancaran radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber energi cahaya yang biasa untuk daerah tampak, ultraviolet dekat, dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola lampu pijar biasa, daerah panjang gelombang (l ) adalah 350  –  2200 nanometer (nm).  
b.    Monokromator Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya  polikromatis menjadi beberapa komponen panjang gelombang tertentu(monokromatis) yang bebeda (terdispersi).
c.    Cuvet Cuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat contoh atau cuplikan yang akan dianalisis. Cuvet biasanya terbuat dari kwars, plexigalass, kaca, plastic dengan bentuk tabung empat persegi  panjang 1 x 1 cm dan tinggi 5 cm. Pada pengukuran di daerah UV dipakai cuvet kwarsa atau plexiglass, sedangkan cuvet dari kaca tidak dapat dipakai sebab kaca mengabsorbsi sinar UV. Semua macam cuvet dapat dipakai untuk pengukuran di daerah sinar tampak (visible).
d.   Detektor Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya  pada berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk jarum penunjuk atau angka digital. Dengan mengukur transmitans larutan sampel, dimungkinkan untuk menentukan konsentrasinya dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Spektrofotometer akan mengukur intensitas cahaya melewati sampel (I), dan membandingkan ke intensitas cahaya sebelum melewati sampel (Io). Rasio disebut transmittance, dan biasanya dinyatakan dalam  persentase (% T) sehingga bisa dihitung besar absorban (A) dengan rumus A = -log %T.
2.2.4 Mekanisme alat
Adapun mekanisme kerja dari spektrofotometer adalah mula-mula sumber radiasi dari berbagai macam sinar tanda (λ) yang berbeda-beda, masuk ke dalam monokromator. Di monokromator ini cahaya diubah dari cahaya polikromatik menjadi monokromatik, jadi sinar yang ada pada monokromator sudah ada λ tertentu. Kemudian dari monokromator sinar menembus kuvet atau sampel dimana sampel telah dilarutkan dengan pelrut yang sesuai, yaitu pada percobaan kali ini memakai pelarut etanol. Di kuvet ini, ada cahaya yang diserap oleh sampel (absorban) dan ada yang diteruskan disebut transmitan.
Pengukuran absorbans atau transmittan dalam spektroskopi ultraviolet daerah tampak digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif untuk beberapa senyawa kimia.
Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa metode ini memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil. Selain itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka yang terbaca langsung dicatat oleh detector dan tercetak dalam bentuk angka digital ataupun grafik yang sudah diregresikan.
Secara sederhana Instrumen spektrofotometri yang disebut spektrofotometer terdiri dari : sumber cahaya – monokromator – sel sampel – detektor – read out (pembaca).


BAB III
MOTODE KERJA

3.1         Alat dan bahan
Etanol (5; 65)
Nama Resmi                  : Aethanolum
Nama Lain                     : Etanol
Rumus molekul              : C2H5OH
Bobot molekul               : 47,07
Pemerian                        : Cairan tak berwarna, jernih mudah menguap, mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar, memberikan nyala biru yang tak berasap.
Kelarutan                                   : Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik
Penyimpanan                             : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk, jauh dari nyala api.
Kegunaan                      : Sebagai pelarut

Paracetamol (5: 245)
Nama Resmi                  : Acetaminophenum
Nama Lain                     : Asetaminofen, Parasetamol
RM/BM                         : C8H9NO2 / 151,16
Pemerian                        : Hablur/serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit
Kelarutan                                   : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) dalam 40 bagian gliserol dan dalam 9 bagian propilenglikol, larut dalam larutan alkali hdroksida
Kegunaan                      : Sampel
Penyimpanan                 : Dalam wadah tertutupbaik, terlindung dari cahaya
Persyaratan kadar          : Mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 101% C8H9NOdihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Alat
Labu terukur (labu ukur) 5,0 ml, 10,0 ml, 25,0 ml, 50,0 ml., pipet volume 1,0 ml, 2,0 ml, 3,0 ml, 4,0 ml, 5,0 ml, spektrofotometer, timbangan analitik, sendok tanduk, kertas timbang, kuvet, pipet tetes.
Bahan
Paracetamol, alkohol (etanol absolute), aluminium foil, dan aquadest.

3.2         Cara kerja
§  Pembuatan lariutan deret  standar  (Paracetamol)
ü Disiapkan alat dan bahan
ü Ditimbang 50 mg paracetamol dilarutkan ke dalam labu ukur 50 ml dengan pelarut etanol absolute untuk mendapatkan pengenceran 1000 ppm
ü Dipipet larutan tersebut sebanyak 1 ml ke dalam labu ukur 10 ml dan di ad hingga tanda meniscus dengan etanol (diperoleh 100 ppm)
ü Dipipet lagi larutan tersebut 5 ml ke dalam labu ukur  50 ml dan di ad dengan etanol hingga tanda meniskus sehingga diperoleh nilai ppm 10 ppm.
ü Dibuat deret standar dengan konsentrasi 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm, dan 6 ppm dengan menggunakan etanol absolut masing-masing 3 replikasi.
ü Diukur absorbansi deret standar pada alat spektrofotometer
§  Pembuatan larutan sampel dan pengukuran
ü Disiapkan alat dan bahan
ü Dipipet 4 ml dari larutan 10 ppm. Dicukupkan volumenya hingga 10 ml dengan etanol. Dibuat tga replikasi
ü Dimasukkan larutan sampel 4 ppm dimasukkan dalam kuvet dengan di ukur  menggunakan spektrofotometri uv-vis
ü Dilakukan pengamatan nilai absorbansi pada spektrofotometer dari  = 237 nm (studi pustaka untuk sampel PCT)


3.3         Gambar alat

https://wanibesak.files.wordpress.com/2011/02/clip_image002.jpg


BAB IV
HASIL PENGAMATAN

4.1         Data
Contoh
Konsentrasi (ppm)
Absorban (A)
10
0,618
9
0,554
8
0,485
7
0,409
6
0,342

4.2         Perhitungan
Contoh
y             = 0,0697x – 0,076
R2           = 0,9993
Y            = 0,0697x – 0,076
0,295      = 0,0697x – 0,076
0,295 + 0,076    = 0,0697x
0,371      = 0,697x
X            =
            = 5,322 ppm
5,322 ppm x pengenceran
= 5,322 ppm x 50
= 266,140 ppm

Kadar paracetamol dalam 50 mg sampel



BAB V
PEMBAHASAN

Istilah spektrofotometri mengingatkan pengukuran berapa jauh energi radiasi diserap oleh suatu sistem sebagai fungsi panjang gelombang dari radiasi, maupun pengukuran absorpsi terisolasi pada suatu panjang gelombang tertentu.
Instrumen yang digunakan untuk maksud ini adalah spektrofotometer, dan seperti tersirat dalam nama ini, instrumen ini sebenarnya terdiri dari dua instrumen dalam satu kotak sebuah spektrometer dan sebuah fotometer. Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmittans atau absorbans suatu contoh fungsi panjang gelombang, pengukuran terhadap suatu deretan contoh pada panjang gelombang tunggal mungkin juga dapat dilakukan. Alat demikian dapat dikelompokkan baik sebagai manual atau perekam, maupun sebagai sinar tunggal atau sinar rangkap.
Dalam percobaan ini, dilakukan penentuan kadar sampel paracetamol .Sampel tersebut akan ditentukan kadarnya dengan melarutkannya pada pelarut yang cocok, dengan konsentrasi tertentu, yang kemudian akan diukur transmitannya dengan alat spektrofotometer berdasarkan besar transmittan yang terbaca pada alat yang berasal dari proses penyinaran sumber cahaya, monokromator yang melalui senyawa tersebut menuju detektor dan diperkuat oleh amplifier sehingga dapat terbaca pada recorder sebagai angka absorban.
Terlebih dahulu dibuat larutan standar dengan berbagai konsentrasi yaitu 10,9,8,7,dan 6 ppm. Setelah itu diukur absorban masing-masing larutan pada spektrofotometer pada panjang gelombang maksimal. Dari larutan standar ini diperoleh kurva baku. Kurva baku yaitu kurva yang diperoleh dengan memplotkan nilai absorban dengan konsentrasi larutan standar yang bervariasi menggunakan panjang gelombang maksimum.
Alasan kenapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal adalah
pada panjang gelombang maksimal memiliki kepekaan maksimal karena terjadi perubahan absorbansi yang paling besar
dan pada panjang gelombang maksimal bentuk kurva absorbansi memenuhi hukum Lambert-Beer.
Untuk sampel paracetamol mula-mula dibuat dulu pengencerannya yaitu ditimbang 50 mg paracetamol dalam 50 ml larutan etanol absolut, diperoleh nilai ppm 1000 ppm, lalu dipipet 1 ml kedalam  labu tentukur 10 ml dan diperoleh nilai ppm 100 ppm, lalu dipipet lagi 5 ml kedalam labu tentukur 50 ml dan diperoleh nilai ppm 10 ppm, lalu masing-masing dipipet 3 ml, 4 ml, 5ml, dan 3 ml dan masing-masing di tambah larutan etanol absolut 10 ml kemudian dimasukkan kedalam botol vial dan dibuat masing-masing 3 replikasi karena agar mendapatkan nilai absorbansi yang akurat. Setelah itu, larutan diukur absorbannya dengan alat spektrofotometer.
Dari hasil percobaan, diperoleh nilai absorban (A) dengan panjang gelombang maksimum 237 nm. Pada konsentrasi 4 ppm nilai absorbannya 0,243175, pada konsentrasi 5 ppm nilai absorbannya adalah 0,397123 dan pada konsentrasi 6 ppm nilai absorbannya adalah 0,42104 dan absorbansi sampel yang diambil dan sesuai adalah 0,45567.
Penetapan kadar sampel paracetamol 4 ppm diketahui % kadar sebesar 163,94 %, sedangkan dalam farmakope III, kadar PCT seharusnya mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %. Jadi sampel paracetamol tidak memenuhi persyaratan kadar.
Adapun faktor-faktor yang mengurangi ketelitian hasil yang diperoleh adalah ketidaktelitian praktikan dalam menimbang sampel atau cara kerja praktikan yang kurang baik, kurang bersihnya alat-alat yang digunakan, atau mungkin juga karena adanya zat-zat pengotor dalam sampel.



BAB VI
PENUTUP
6.1         Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar paracetamol adalah 53,22 % dan kadar sampel tidak memenuhi persyaratan kadar dari PCT sesuai dengan literatur.
6.2         Saran
Sebaiknya kelompok alat lebih memperhatikan kebersihan alat-alat dalam  praktikum.



DAFTRA PUSTAKA

1.      Gandjar, Ibnu Gholib. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
2.      Marzuki, Asnah. 2012. Kimia Analisis Farmasi. Makassar : Dua Satu Press
3.      Wunas, Yeanny dan Susanti. 2011. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif (revisi kedua). Makassar : Laboratorium Kimia Farmasi Fakultas Farmasi UNHAS
4.      Sudjadi. 2008. Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta ; gadjah mada university press.
  1. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi Ke-III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
6.       Higuchi, T., (1961), “Pharmaceutical Analysis”, Intersciens Publ, New York
7.      Hariadi.Arsyad.PRINSIP SPEKTROFOTOMETER-UV-VIS. Diakses tanggal 8 mei 2013 pukul 20.35.
8.      Yahya.sripatundita. JURNAL SPEKTROFOTOMETER-UV-VIS. Diakses tanggal 8 mei 2013 pukul 21.00.
9.      Srisuryono.HUKUM-BEER. Diakses tanggal 8 mei 2013 pukul 21.23..
11.  Anonim.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV .Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia




Tidak ada komentar:

Posting Komentar