BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kita sering melihat benda-benda bercahaya seperti
matahari atau benda lainnya atau bola lampu listrik yang dapat memancarkan
spektrum luas yang terdiri dari banyak panjang gelombang. Panjang-panjang
gelombang itu yang berhubungan dengan cahaya tampak adalah mampu untuk
mempengaruhi retina mata manusia dan karenanya menyebabkan kesan-kesan
subyektif dari penglihatan. Tetapi banyak dari radiasi yang dipancarkan oleh
benda-benda panas terletak di luar daerah di mana mata peka, dan kita
mengatakan tentang daerah-daerah ultranya (ultra ungu) dan spektrum yang
terletak di kedua sisi sinar tampak.
Salah satu alat yang digunakan dalam analisis instrumen
pada prakteknya antara lain spektrofotometer. Sesuai dengan namanya, spektrofotometer
terdiri dari spektrometer dan fotometer. Metode analisis dengan alat ini
disebut juga spektrofotometri karena menggunakan bantuan cahaya dalam
pelaksanaannya.
1.2
Rumusan Masalah
§ Menjelaskan Pengertian Paracetamol meliputi,
Dosis, Efek samping, Kegunaan Paracetamol, Kerugian, Mekanisme kerja obat,
Overdosis
§ Spektrofotometri meliputi Pengertian
Spektofotometer, Jenis – jenis Spektrofotometer, Bagian penting
spektrofotometer, Mekanisme alat
§ Motode Kerja
1.3
Tujuan
§ Menentukan kadar paracetamol dengan cara mengukur absorban pada panjang gelombang
maksimal dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
§ Mengetahui dan memahami cara penentuan kadar suatu senyawa dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis
1.4
Manfaat
§ Mepermudah pekerjaan karena tidak menggunakan proses
manual lagi
§ Sampel yang dianalisis lebih akurat hasilnya
§ Sampel yang diperiksa bisa sekali banyak
§ Tidak perlu menggunakan pereaksi yang mahal
1.5
Prinsip Percobaan
Penentuan kadar paracetamol dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis yang disinari dengan cahaya tampak pada panjang
gelombang maksimal. Sinar polikromatik yang ditangkap oleh alat kromator diubah
menjadi sinar monokromatik yang diteruskan ke sel yang berisi larutan yang
diuji kemudian diterima oleh detektor lalu amplifier dan hasilnya dibaca oleh
recorder.
BAB II
TEORI
UMUM
2.1
Pengertian Paracetamol
Parasetamol di kenal dengan nama lain asetaminofen merupakan turunan
para aminofenol yang memiliki efek analgesik serupa dengan salisilat
yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek
sentral seperti salisilat. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah.
Penggunaan parasetamol mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan
derivat asam salisilat yaitu tidak ada efek iritasi lambung, gangguan
pernafasan, gangguan keseimbangan asam basa. Di Indonesia penggunaan
parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan
asam salisilat (Gunawan et al, 2007). Namun penggunaan dosis tinggi dalam
waktu lama dapat menimbulkan efek samping methemoglobin dan hepatotoksik
(Siswandono & Soekardjo, 1995).
Obat ini diklasifikasikan dalam obat
antiinflamasi non-steroid (NSAID) dan menurut sumber lain juga tidak
diklasifikasikan dalam obat golongan NSAID. Paracetamol (C8H9NO2)
juga disebut asetaminofen adalah 4’-hidroksiasetanilida dan merupakan turunan aniline. Obat ini tersedia dalam formulasi
yang berbeda- beda dan
digunakan secara luas untuk meningkatkan efisiensi dan toleransi, menurunkan
efek yang kurang baik dan toksisitas dari substansi obat lain.
Menurut Farmakope Amerika (USP), sebuah tablet
parasetamol seharusnya mengandung tidak kurang dari 90% (450 mg) dan tidak
lebih dari 110% (550 mg) parasetamol. Persentase kandungan dari analisis sampel
menggunakan KCKT memiliki rentang 51,04-103,84%, sedangkan menggunakan UV,
rentangnya 50,19-109,2%, yang mengindikasikan tidak ada
sampel yang mengandung kurang dari 50% zat aktifnya (Audu, dkk, 2012).
Paracetamol merupakan obat yang bersifat
analgesic (penahan rasa sakit/ nyeri) dan antipiretik (penurun panas/demam)
adalah obat yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat, karena obat ini
dapat berkhasiat untuk menyembuhkan demam, sakit kepala dan rasa nyeri. Umumnya
obat yang bersifat analgetik dan antipiretik ini mengandung zat aktif yang
disebut asetaminofen atau lebih dikenal dengan nama parasetamol. Obat ini
beredar di masyarajat dalam berbagai macam sediaan tablet, kaplet, kapsul,
sirup, dan serbuk (Rachdiati, 2008).
Sebelum dilakukan pengukuran serapan,
maka harus ditentukan panjang gelombang maksimumnya terlebih dahulu. Alasan
penggunaan panjang gelombang maksimum (λ maks) yakni panjang
gelombang maksimum memiliki kepekaan maksimal karena terjadi perubahan
absorbansi yang paling besar serta pada panjang gelombang maksimum bentuk
kurva absorbansi memenuhi hukum Lambert-Beer. Dari percobaan ini diperoleh
panjang gelombang maksimum untuk parasetamol 257nm sehingga dalam
penentuan kadar parasetamol digunakan panjang gelombang tersebut. Menurut
teori, panjang gelombang maksimum untuk parasetamol adalah 249nm.
2.1.1
Dosis
Usia (tahun)
|
Takaran (minimal – maksimal dosis tiap 4-6 jam)
per miligram (mg)
|
>16
|
500 – 1000
|
12-16
|
480 – 750
|
10-12
|
480– 500
|
8-10
|
360-375
|
6-8
|
240-250
|
4-6
|
240
|
2-4
|
180
|
6 – 24 bulan
|
120
|
3 – 6 bulan
|
60
|
60
|
2.1.2
Efek samping
Paracetamol jarang menyebabkan efek samping tertentu.
Jika Anda memiliki keluhan setelah mengonsumsi obat ini, segera temui dokter.
§
Beberapa efek samping yang mungkin
terjadi adalah:
§
Ruam, pembengkakan, kesulitan
bernapas – gejala alergi
§
Tekanan darah rendah atau hipotensi
§
Trombosit dan sel darah putih
menurun
§
Kerusakan pada hati dan ginjal
– ketika mengalami overdosis
2.1.3
Kegunaan Paracetamol
Parasetamol dalam dunia farmasi dan kedokteran digunakan
pada kondisi:
§
Demam (antipiretik).
Parasetamol digunakan untuk menurunkan panas demam yang dapat digunakan pada
semua golongan umur pasien. World Health Organization (WHO) merekomendasikan
penggunaan parasetamol pada anak dengan suhu badan lebih dari 38,5 derajat
celcius. Parasetamol meiliki aktivitas antipriretik yang lebih rendah dari
ibuprofen. Kendati demikian parasetamol telah memberikan peran yang telah terbukti
pada penanganan analgesik dan antipiretik pada pediatrik (pasien anak-anak).
§
Nyeri. Parasetamol digunakan
secara luas terhadap manivestasi nyeri ringan hingga sedang pada berbagai
bagian tubuh. Parasetamol memiliki sifat analgesik yang sebanding dengan
aspirin, namun sifat antiinflamsinya lebih rendah. Parasetamol dapat
ditoleransi lebih baik daripada aspirin pada pasien dengan produksi asam
lambung yang tinggi dan atau dengan pendarahan saluran cerna. Parasetamol dapat
menghilangkan nyeri artritis ringan, namun tidak berefek pada penyebab nyeri
tersebut yaitu peradangan yang mendasarinya, kemerahan dan pembengkakan sendi.
Efektivitas parasetamol yang digunakan dalam kombinasi dengan opioid lemah
seperti kodein masih diragukan. Sedangkan kombinasinya dengan opioid kuat
seperti morfin telah terbukti dapat mengurangi dosis opioid.
2.1.4
Kerugian
Pada dosis yang direkomendasikan, efek samping
parasetamol tergolong ringan. Berbeda dengan aspirin, parasetamol tidak
menyebabkan pengenceran darah dan gangguan ulkus peptikum. Dibandingkan dengan
ibuprofen yang dapat menyebabkan diare, mual dan nyeri abdomen, parasetamol
lebih dapat ditoleransi. Pada penggunaan jangka panjang parasetamol dapat
menyebabkan:
§
Komplikasi saluran cerna
seperti pendarahan
§
Kerusakan ginjal dan hati
§
Parasetamol dimetabolisme
dihati dan bersifat hepatotoksik
§
Efek merugikan parasetamol
tersebut akan semakin berat pada pasien dengan kerusakan hati atau pada
alkoholik kronis
§
Pengguna parasetamol kronis
juga beresiko mengalami kanker darah
Parasetamol juga relatif aman digunakan pada wanita
hamil karena tidak mempengaruhi penutupan duktus arteriosus janin. Namun sebuah
penelitian pada Oktober 2010, telah mengaitkan adanya hubungan pada penggunaan
parasetamol dengan kemandulan pada wanita yang belum pernah melahirkan. Tidak
seperti opioid, parasetamol tidak menyebabkan euforia, namun ada indikasi dapat
menimbulkan gangguan psikologis.
2.1.5
Mekanisme kerja obat
Hingga saat ini mekanisme kerja yang lengkap dari
parasetamol belum dipahami seluruhnya. Mekanisme kerja utamanya adalah dengan
penghambatan pada kerja enzim siklooksigenase (COX) yang lebih banyak pada
COX-2. Jika dibandingkan sifat analgesik dan antipiretiknya dengan aspirin atau
AINS lainnya, aktivitas antiinflamasinya dibatasi oleh beberapa faktor, salah
satunya disebabkan karena tingginya kadar peroksida pada daerah yang mengalami
inflamasi.
Belakangan diketahui bahwa aktivitas analgesik
disebabkan oleh sebuah metabolit parasetamol yang berikatan pada reseptor TRPA1 pada sumsum tulang belakang
untuk menekan
transduksi sinyal dari lapisan dangkal tanduk belakang untuk mengurangi rasa
nyeri. Selektivitas parasetamol pada enzim COX-2 tidaklah selektif. Enzim COX
merupakan enzim yang bertanggung jawab dalam metabolisme asam arakhidonat
membentuk prostaglandin H2, yang merupakan agen pro inflamasi. AINS bekerja
dengan memblokir langkar tersebut.
Enzim COX sangat aktif saat berada dalam kondisi
teroksidasi. Parasetamol mengurangi teroksidasinya enzim COX sehingga
menghambat pembentukkan senyawa pro-inflamasi, sehingga menurunkan set-titik
pada pusat termoregulasi.
Parasetamol juga memodulasi kanabinoid endogen.
Parasetamol yang dimetabolisme menjadi AM404, suatu senyawa yang memiliki
beberapa aktivitas, yang mana menghambat pengambilan kembali kanabinoid endogen
atau anandamide vaniloid oleh neuron. Pengambilan kembali anandamide akan
menurunkan tingkat sinaptik dan aktivitas reseptor nyeri utama (nociceptor)
dari tubuh, dan TRPV1 (nama lain reseptor vaniloid).
Melalui penghambatan pengambilan kembali anadamide maka
tingkat sinap tetap tinggi dan memungkinkan reseptor TRPV1 tak terpengaruh
sebagaimana yang dilakukan oleh kapsaisin. Selanjutnya AM404 menghambat
saluran natrium seperti mekanisme yang terjadi pada anestesi lidokain dan prokain
2.1.6
Overdosis
Overdosis parasetamol dapat menyebabkan kerusakan hati.
2.2
Spektrofotometri
2.2.1
Pengertian Spektofotometer
Spektrofotometer adalah alat untuk
mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang
gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri (Basset,1994).
Spektrofotometri merupakan suatu metoda
analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh
suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan
menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor
fototube ( Underwood,2001). Spektrofotometer menghasilkan sinar dan
spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur
intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi.
Spektrofotometer dibandingkan dengan
fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan
ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating, atau celah optis.
Pada fotometer filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan
trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter tidak mungkin
diperoleh panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang
gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat
pengurai cahaya seperti prisma.
Suatu spektrofotometer tersusun dari
sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk
larutan sampel blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara
sampel dan blanko ataupun pembanding. Sinar yang melewati suatu larutan
akan terserap oleh senyawa-senyawa dalam larutan tersebut. Intensitas sinar
yang diserap tergantung pada jenis senyawa yang ada, konsentrasi dan
tebal atau panjang larutan tersebut. Makin tinggi konsentrasi suatu senyawa
dalam larutan, makin banyak sinar yang diserap.
2.2.2
Jenis – jenis Spektrofotometer
Spektrofotometri terdiri dari beberapa
jenis berdasarkan sumber cahaya yang digunakan. Diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Spektrofotometri Vis (Visible) Pada spektrofotometri
ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energy dalah cahaya tampak (Visible).
Cahaya visible termasuk spectrum elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata
manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 380-750 nm. Sehingga semua sinar
yang dapat dilihat oleh mata manusia, maka sinar tersebut termasuk kedalam
sinar tampak (Visible).
b. Spektrofotometri UV (Ultra Violet) Berbeda dengan
spektrofotometri Visible, pada spektrofometri UV berdasarkan interaksi
sampel dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang gelombang 190-380 nm.
Sebagai sumber sinar dapat digunakan lampu deuterium. Deuterium disebut juga
heavy hydrogen. Dia merupakan isotop hydrogen yang stabil tang terdapat
berlimpah dilaut dan didaratan. Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata
manusia maka senyawa yang dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa
yang tidak memiliki warna. Bening dan transparan.
c.
Spektrofotometri
UV-Vis Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan
Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan
sumber cahaya visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah menggunakan
hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis, yaitu photodiode yang
dilengkapi dengan monokromator. Penyerapan sinar uv dan sinar tampak oleh
molekul, melalui 3 proses yaitu : a. Penyerapan oleh transisi electron
ikatan dan electron
anti ikatan. b.
Penyerapan oleh transisi electron d dan f dari molekul kompleks c.
Penyerapan oleh perpindahan
muatan. Interaksi antara energy
cahaya dan molekul dapat digambarkan sbb : E = hv
Dimana
: E = energy (joule/second) h = tetapan plank v = frekuensi foton
d.
Spektrofotometri
IR (Infra Red) Spektrofotometri ini berdasar kepada penyerapan panjang
gelombang Inframerah. Cahaya Inframerah, terbagi menjadi inframerah dekat,
pertengahan dan jauh. Inframerah pada spektrofotometri adalah adalah inframerah
jauh dan pertengahan yang mempunyai panjang gelombang 2.5-1000 mikrometer.
Hasil analisa biasanya berupa signalkromatogram hubungan intensitas IR terhadap
panjang gelombang. Untuk identifikasi, signal sampel akan dibandingkan dengan
signal standard.
2.2.3
Bagian penting spektrofotometer
a. Sumber Cahaya Sebagai sumber cahaya pada
spektrofotometer, haruslah memiliki pancaran radiasi yang stabil dan
intensitasnya tinggi. Sumber energi cahaya yang biasa untuk daerah tampak,
ultraviolet dekat, dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar dengan kawat
rambut terbuat dari wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola lampu pijar
biasa, daerah panjang gelombang (l ) adalah 350 – 2200
nanometer (nm).
b. Monokromator Monokromator adalah alat yang berfungsi
untuk menguraikan cahaya polikromatis menjadi beberapa komponen panjang
gelombang tertentu(monokromatis) yang bebeda (terdispersi).
c. Cuvet Cuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang
digunakan sebagai tempat contoh atau cuplikan yang akan dianalisis. Cuvet biasanya terbuat dari kwars, plexigalass, kaca, plastic dengan bentuk tabung
empat persegi panjang 1 x 1 cm dan tinggi 5 cm. Pada
pengukuran di daerah UV dipakai cuvet kwarsa atau plexiglass, sedangkan cuvet
dari kaca tidak dapat dipakai sebab kaca mengabsorbsi sinar UV. Semua macam
cuvet dapat dipakai untuk pengukuran di daerah sinar tampak (visible).
d.
Detektor Peranan
detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai
panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang
selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk jarum penunjuk
atau angka digital. Dengan mengukur transmitans larutan sampel, dimungkinkan
untuk menentukan konsentrasinya dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.
Spektrofotometer akan mengukur intensitas cahaya melewati sampel (I), dan
membandingkan ke intensitas cahaya sebelum melewati sampel (Io). Rasio disebut
transmittance, dan biasanya dinyatakan dalam persentase (% T) sehingga
bisa dihitung besar absorban (A) dengan rumus A = -log %T.
2.2.4 Mekanisme alat
Adapun mekanisme kerja dari spektrofotometer adalah
mula-mula sumber radiasi dari berbagai macam sinar tanda (λ) yang berbeda-beda,
masuk ke dalam monokromator. Di monokromator ini cahaya diubah dari cahaya
polikromatik menjadi monokromatik, jadi sinar yang ada pada monokromator sudah
ada λ tertentu. Kemudian dari monokromator sinar menembus kuvet atau sampel
dimana sampel telah dilarutkan dengan pelrut yang sesuai, yaitu pada percobaan
kali ini memakai pelarut etanol. Di kuvet ini, ada cahaya yang diserap oleh
sampel (absorban) dan ada yang diteruskan disebut transmitan.
Pengukuran absorbans atau transmittan dalam spektroskopi
ultraviolet daerah tampak digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif
untuk beberapa senyawa kimia.
Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa
metode ini memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat
kecil. Selain itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka yang terbaca
langsung dicatat oleh detector dan tercetak dalam bentuk angka digital ataupun
grafik yang sudah diregresikan.
Secara sederhana Instrumen
spektrofotometri yang disebut spektrofotometer terdiri dari : sumber
cahaya – monokromator – sel sampel – detektor – read out (pembaca).
BAB III
MOTODE
KERJA
3.1
Alat dan bahan
Etanol (5; 65)
Nama Resmi :
Aethanolum
Nama Lain : Etanol
Rumus molekul : C2H5OH
Bobot molekul : 47,07
Pemerian : Cairan tak berwarna,
jernih mudah menguap, mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar,
memberikan nyala biru yang tak berasap.
Kelarutan : Bercampur
dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik
Penyimpanan : Dalam wadah
tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk, jauh dari nyala api.
Kegunaan :
Sebagai pelarut
Paracetamol (5:
245)
Nama Resmi : Acetaminophenum
Nama Lain : Asetaminofen, Parasetamol
RM/BM : C8H9NO2
/ 151,16
Pemerian : Hablur/serbuk hablur putih, tidak berbau,
rasa pahit
Kelarutan : Larut
dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) dalam 40 bagian gliserol dan
dalam 9 bagian propilenglikol, larut dalam larutan alkali hdroksida
Kegunaan : Sampel
Penyimpanan : Dalam wadah
tertutupbaik, terlindung dari cahaya
Persyaratan kadar : Mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 101% C8H9NO2 dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan
Alat
Labu terukur (labu ukur) 5,0 ml, 10,0 ml, 25,0 ml, 50,0 ml., pipet volume
1,0 ml, 2,0 ml, 3,0 ml, 4,0 ml, 5,0 ml, spektrofotometer, timbangan analitik,
sendok tanduk, kertas timbang, kuvet, pipet tetes.
Bahan
Paracetamol, alkohol (etanol absolute), aluminium foil, dan
aquadest.
3.2
Cara kerja
§ Pembuatan lariutan deret
standar (Paracetamol)
ü Disiapkan alat dan bahan
ü Ditimbang 50 mg paracetamol dilarutkan ke dalam labu ukur 50 ml
dengan pelarut etanol absolute untuk mendapatkan pengenceran 1000 ppm
ü Dipipet larutan tersebut sebanyak 1 ml ke dalam labu ukur 10 ml dan
di ad hingga tanda meniscus dengan etanol (diperoleh 100 ppm)
ü Dipipet lagi larutan tersebut 5 ml ke dalam labu ukur 50 ml dan di ad dengan etanol hingga tanda
meniskus sehingga diperoleh nilai ppm 10 ppm.
ü Dibuat deret standar dengan konsentrasi 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm,
5 ppm, dan 6 ppm dengan menggunakan etanol absolut masing-masing 3 replikasi.
ü Diukur absorbansi deret standar pada alat spektrofotometer
§ Pembuatan larutan sampel dan pengukuran
ü Disiapkan alat dan bahan
ü Dipipet 4 ml dari larutan 10 ppm. Dicukupkan volumenya hingga 10 ml
dengan etanol. Dibuat tga replikasi
ü Dimasukkan larutan sampel 4 ppm dimasukkan dalam kuvet dengan di
ukur menggunakan spektrofotometri uv-vis
ü Dilakukan pengamatan nilai absorbansi pada spektrofotometer dari = 237 nm (studi pustaka untuk sampel PCT)
3.3
Gambar alat
BAB IV
HASIL
PENGAMATAN
4.1
Data
Contoh
Konsentrasi (ppm)
|
Absorban (A)
|
10
|
0,618
|
9
|
0,554
|
8
|
0,485
|
7
|
0,409
|
6
|
0,342
|
4.2
Perhitungan
Contoh
y = 0,0697x – 0,076
R2 = 0,9993
Y = 0,0697x – 0,076
0,295 = 0,0697x – 0,076
0,295
+ 0,076 = 0,0697x
0,371 = 0,697x
X =
= 5,322 ppm
5,322 ppm x pengenceran
= 5,322 ppm x 50
= 266,140 ppm
Kadar paracetamol dalam 50 mg sampel
BAB V
PEMBAHASAN
Istilah spektrofotometri mengingatkan pengukuran berapa
jauh energi radiasi diserap oleh suatu sistem sebagai fungsi panjang gelombang
dari radiasi, maupun pengukuran absorpsi terisolasi pada suatu panjang
gelombang tertentu.
Instrumen yang digunakan untuk maksud ini adalah
spektrofotometer, dan seperti tersirat dalam nama ini, instrumen ini sebenarnya
terdiri dari dua instrumen dalam satu kotak sebuah spektrometer dan sebuah
fotometer. Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmittans atau
absorbans suatu contoh fungsi panjang gelombang, pengukuran terhadap suatu deretan
contoh pada panjang gelombang tunggal mungkin juga dapat dilakukan. Alat
demikian dapat dikelompokkan baik sebagai manual atau perekam, maupun sebagai
sinar tunggal atau sinar rangkap.
Dalam percobaan ini, dilakukan penentuan kadar sampel
paracetamol .Sampel tersebut akan ditentukan kadarnya dengan melarutkannya pada
pelarut yang cocok, dengan konsentrasi tertentu, yang kemudian akan diukur
transmitannya dengan alat spektrofotometer berdasarkan besar transmittan yang
terbaca pada alat yang berasal dari proses penyinaran sumber cahaya,
monokromator yang melalui senyawa tersebut menuju detektor dan diperkuat oleh
amplifier sehingga dapat terbaca pada recorder sebagai angka absorban.
Terlebih dahulu dibuat larutan standar dengan berbagai
konsentrasi yaitu 10,9,8,7,dan 6 ppm. Setelah itu
diukur absorban masing-masing larutan pada spektrofotometer pada panjang
gelombang maksimal. Dari larutan standar ini diperoleh kurva baku. Kurva baku
yaitu kurva yang diperoleh dengan memplotkan nilai absorban dengan konsentrasi
larutan standar yang bervariasi menggunakan panjang gelombang maksimum.
Alasan kenapa harus menggunakan panjang gelombang
maksimal adalah
pada panjang gelombang maksimal memiliki kepekaan maksimal karena terjadi perubahan absorbansi yang paling besar dan pada panjang gelombang maksimal bentuk kurva absorbansi memenuhi hukum Lambert-Beer.
pada panjang gelombang maksimal memiliki kepekaan maksimal karena terjadi perubahan absorbansi yang paling besar dan pada panjang gelombang maksimal bentuk kurva absorbansi memenuhi hukum Lambert-Beer.
Untuk sampel paracetamol mula-mula dibuat dulu
pengencerannya yaitu ditimbang 50 mg paracetamol dalam 50 ml larutan etanol
absolut, diperoleh nilai ppm 1000 ppm, lalu dipipet 1 ml kedalam labu tentukur 10 ml dan diperoleh nilai ppm
100 ppm, lalu dipipet lagi 5 ml kedalam labu tentukur 50 ml dan diperoleh nilai
ppm 10 ppm, lalu masing-masing dipipet 3 ml, 4 ml, 5ml, dan 3 ml dan
masing-masing di tambah larutan etanol absolut 10 ml kemudian dimasukkan
kedalam botol vial dan dibuat masing-masing 3 replikasi karena agar mendapatkan
nilai absorbansi yang akurat. Setelah itu, larutan diukur absorbannya dengan
alat spektrofotometer.
Dari hasil percobaan, diperoleh nilai absorban (A)
dengan panjang gelombang maksimum 237 nm. Pada konsentrasi 4 ppm nilai
absorbannya 0,243175, pada konsentrasi 5 ppm nilai absorbannya adalah 0,397123
dan pada konsentrasi 6 ppm nilai absorbannya adalah 0,42104 dan absorbansi
sampel yang diambil dan sesuai adalah 0,45567.
Penetapan kadar sampel paracetamol 4 ppm diketahui %
kadar sebesar 163,94 %, sedangkan dalam farmakope III, kadar PCT seharusnya
mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %. Jadi sampel
paracetamol tidak memenuhi persyaratan kadar.
Adapun faktor-faktor yang mengurangi ketelitian hasil
yang diperoleh adalah ketidaktelitian praktikan dalam menimbang sampel atau
cara kerja praktikan yang kurang baik, kurang bersihnya alat-alat yang
digunakan, atau mungkin juga karena adanya zat-zat pengotor dalam sampel.
BAB VI
PENUTUP
6.1
Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
kadar paracetamol adalah 53,22 % dan kadar sampel tidak memenuhi persyaratan
kadar dari PCT sesuai dengan literatur.
6.2
Saran
Sebaiknya kelompok alat lebih memperhatikan kebersihan
alat-alat dalam praktikum.
DAFTRA
PUSTAKA
1. Gandjar, Ibnu
Gholib. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
2. Marzuki, Asnah.
2012. Kimia Analisis Farmasi. Makassar : Dua Satu Press
3. Wunas, Yeanny dan
Susanti. 2011. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif (revisi kedua). Makassar :
Laboratorium Kimia Farmasi Fakultas Farmasi UNHAS
4. Sudjadi.
2008. Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta ; gadjah mada university press.
- Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi
Ke-III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
6. Higuchi, T., (1961), “Pharmaceutical Analysis”,
Intersciens Publ, New York
10. http://www.academia.edu/8807962/PENETAPAN_KADAR_PARACETAMOL_TOTAL_SECARA_SPEKTROFOTOMETRI_VISIBEL
11. Anonim.1995. Farmakope
Indonesia Edisi IV .Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar